Sinergi Kawal BUMN angkat bicara atas pemberitaan negatif tentang PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan disebutnya Direktur utama (Dirut) KBN Satar Taba sebagai figur yang bermasalah.
Juru Bicara Sinergi Kawal BUMN Abdul Rohim mengatakan, PT Kawasan Berikat Nusantara di bawah Muhamad Sattar Taba tercatat berhasil meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Atau PT KBN mencapai laba Rp200 miliar.
“Terkait rumor Pelabuhan Marunda yang lebih tepat disebut sebagai upaya perampasan aset negara, PT Kawasan Berikat Nusantara secara hukum telah menyampaikan gugatan atas konsesi pengelolaan pelabuhan Marunda selama 70 tahun oleh PT KCN,” ujar Rohim dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (29/10/2019)
Kontrak kerja sama inilah, ungkap Rohim, pangkal masalahnya. Karena temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa ada kerugian negara dalam kontrak tersebut dan ada potensi lose keuangan negara hingga Rp50 triliun jika kerja sama tersebut tetap berjalan.
Beberapa catatan yang berhasil dihimpun dari beberapa sumber, kutip Rohim, PT KCN selama proses kerjasama dengan PT KBN tidak pernah melakukan RUPS sebagai prasyarat manajemen perusahaan yang sehat.
“Hal ini tentu menjadi pertanyaan karena tidak ada mekanisme pertanggungjawaban kinerja yang dapat dinilai. Sebagai seorang yang memiliki pengalaman dalam mengelola BUMN, kiprah Dirut KBN Sattar Taba terbilang moncer,” belanya.
Sebelum didapuk sebagai Dirut KBN, kata dia, Sattar Taba telah dipercaya mengelola PT Semen Tonasa. “Dalam proses perjalanan, kami menilai kinerja BUMN Semen Tonasa cukup baik,” imbuhnya.
“Kami memiliki keyakinan bahwa kebaikan demi kebaikan yang telah banyak ditorehkan Dirut KBN Sattar Taba selama berkarier di BUMN menjadi track record aik yang menjadi parameter Kementerian BUMN,” terangnya.
Itulah prinsip dasar yang harus sama-sama dijunjung. “Sinergi Kawal BUMN berpandangam segala opini, isu, pemberitaan negatif yang dialamatkan kepada Satar Taba sesungguhnya merupakan sebuah upaya menghadang langkah penyelamatan perusahaan serta aset negara oleh PT KBN,” paparnya.
Padahal, kata dia, jika dibiarkan akan dirampas pihak-pihak yang tak bertanggung jawab atas nama kerja sama. “Perampasan aset negara jauh dari hakikat Nawacita, karena kita tentu tak ingin kekayaan negara berupa lahan dan potensi keuntungan yang dapat dihasilkan dinikmati oleh sekelompok orang yang tak berhak atas itu,” pungkasnya. (lin)