Opini by Asyari Usman
Tidak ada maksud untuk menakut-nakuti Anda. Ini semata-mata karena fakta bahwa RRC sekarang ini menjadi kekuatan militer kedua setelah Amerika Serikat (AS).
Dan kekuatan hebat itu tidak disembunyikan oleh Presiden Xi Jinping. Dia malah sesumbar. Dalam pidato pada Hari Nasional China, 1 Oktober 2019, Presiden Xi mengatakan, “no force can stop the Chinese people and the Chinese nation forging ahead.” (Tidak ada kekuatan mana pun yang bisa mencegah rakyat China dan negara China bergerak maju).
Ucapan ini jelas ditujukan kepada AS. Presiden Donald Trump sejak dua tahun ini bersikap keras terhadap Beijing. Tapi, negara-negara lain pun, termasuk Indonesia, adalah sasaran peringatan Presiden Xi itu.
Kepada AS, RRC ingin menunjukkan bahwa mereka bukan lagi China seperti 30 tahun lalu. Bukan lagi China yang bisa digertak-gertak. Mereka sekarang siap menghadapi “high tech war” (perang teknologi tinggi) dengan AS. Atau negara mana pun.
Kemudian, kepada negara-negara lain di Asia-Pasifik, China sekaligus ingin mengatakan bahwa, “Kalian semua adalah kelinci gemuk. Yang enak dibuat satai (sate).” Artinya, kalau AS dengan kekuatan militer yang begitu dahsyat saja dilawan oleh China, apatah lagi negara-negara ‘kacangan’ seperti Indonesia ini.
Presiden Xi tidak “asbun” (asal bunyi), alias omong kosong. Kekuatan militer China sekarang ini memang luar biasa. Industri pertahanan mereka berkembang sangat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara itu. Mereka adalah negara manufaktur terbesar di dunia. Menghasilkan banyak duit. RRC memiliki cadangan devisa asing (CAD) sebesar USD4 triliun (empat triliun dollar) pada 2013.
Kemampuan finansial itu membuat mereka leluasa melakukan riset dan inovasi persenjataan high-tech dalam skala besar dengan biaya besar pula. Di tahun 2018, belanja pertahanan China mencapai USD250 miliar atau setara Rp3,500 triliun.
Ini untuk pertahanan saja. Bandingkan dengan total belanja negara di APBN Indonesia 2018 yang jumlahnya hanya Rp2,220 triliun. Untuk semua kementerian dan lembaga negara.
Memang belanja pertahanan China itu masih jauh di bawah AS yang menghabiskan USD650 miliar atau setara dengan Rp9,100 triliun. Tetapi, dana pertahanan China itu kedua terbesar setelah AS.
Apa yang terjadi? China hari ini memiliki sistem persenjataan yang mampu mengimbangi AS. Rudal-rudal balistik mereka dari segala jenis dan jarak tempuh sudah di-upgrade semua.
Bahkan, ada satu jenis pesawat yang melebihi kemampuan model drone AS. Di parade militer 1 Oktober itu, China sengaja memamerkan drone nir-pilot yang diberi nama Sharp Sword (Pedang Tajam). Drone ini tidak bisa dideteksi oleh radar.
Inilah drone gaib (stealth, siluman) pertama di dunia tanpa pilot yang mampu berada di udara dalam waktu lebih lama. Bisa terbang non-stop puluhan jam atau beberapa hari. Sehingga tak ada lagi istilah pilot kelelahan di udara.
Kelebihan Sharp Sword tidak hanya itu. Drone ini memiliki presisi tembak yang luar biasa. Dengan spec-nya sebagai pesawat “stealth” (tak terlihat alias gaib), drone berteknologi tinggi ini tidak bisa ditangkis oleh sistem pertahanan AS yang ada saat ini.
Ini salah satu inovasi industri pertahanan RRC. Banyak yang lainnya lagi. China telah memodernkan semua ‘delivery system’ (sistem peluncuran) rudal-rudal nuklir mereka. Rudal-rudal jarak jauh (long range) China canggih untuk mencapai kota-kota besar Amerika.
Bagaimana dengan Indonesia?
Dari waktu ke waktu, industri pertahanan kita tidak banyak bergerak. Tidak mengherankan. Karena kita tak mampu menyediakan anggaran belanja besar. Kita sibuk mencuri duit negara. Sibuk menggelapkan pajak perusahaan. Sibuk mencari komisi impor daging dan impor-impor lainnya. Hari-hari memikirkan komisi proyek-proyek besar.
Segelintir orang asyik menjadi calo investasi asing, termasuk dan terutama investasi RRC. Semua orang di sini hanya memikirkan keuntungan pribadi.
Visi kita tentang pertahanan memang “santai”. Kita lebih suka memikirkan formasi politik di DPR dan di kabinet. Lebih senang memikirkan bagaimana cara supaya parpol Anda bisa masuk ke pemerintahan. Kita sibuk bagi-bagi kursi kekuasaan. Itulah yang ada di benak para politisi. Dari pemilu ke pemilu.
Sedangkan musuh-musuh di luar sana siap menyerbu negara ini. Mereka tahu sekuat apa militer Indonesia. Mereka tahu juga bahwa kita di sini lebih fokus memikirkan dinasti kekuasaan ketimbang memikirkan masalah pertahanan negara.
Megawati, SBY, Surya Paloh, dll, berusaha agar anak-keturunan mereka memegang kekuasaan. Anak-anak Jokowi pun mulai menampakkan ambisi untuk menjadi penguasa.
Inilah yang disibukkan orang Indonesia. Karena itu, pastilah RRC melihat kita ini seperti kelinci yang gemuk dan gurih. Kapan-kapan bisa dikunyah tanpa perlawanan. Mudah dicaplok.
Dalam 70 tahun ini, RRC entah sudah sampai ke level berapa dalam soal pertahanan. Juga yang lain. Korea Selatan, India, Jepang, Australia, bahkan Pakistan yang lebih miskin sumber daya alam.
Kita? Dalam 74 tahun ini masih berputar-putar soal kueh kekuasaan. Kita merasa canggih bisa menipu suara rakyat. Menipu pilpres. Kalau ada yang protes, solusinya tindas habis. Pakai gas airmata atau bahkan peluru tajam. Pakai metode siksa supaya orang takut.
Di mana-mana orang memperkuat pertahanan untuk menghadapi serangan dari luar. Di sini, kita memperkuat pertahanan untuk menghadapi rakyat sendiri. Aparat keamanan tampil sadis, brutal, beringas. Para penguasa merasa puas.
Para penguasa menyangka pertahanan negara sudah kuat karena rakyat tak berkutik. Padahal, sekali lagi, RRC melihat Indonesia ini seperti kelinci. Tak akan bisa lari ke mana-mana. Sekali terkam, langsung senyap.***
8 Oktober 2019
sumber: WA Grup FILOSOFI KADAL (JUJUR)