Sebanyak 15 ribu aparat kepolisian masih disiagakan di kawasan Gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta Pusat guna mengantisipasi aksi demonstrasi susulan, Jumat malam (27/9/2019).
Kapolrestro Jakarta Pusat, Kombes Pol Harry Kurniawan mengatakan, personel tersebut berasal dari sejumlah satuan unit tugas, di antaranya Brigade Mobil (Brimob), Sabhara, hingga intelijen.
“Di sini kita siagakan 15 ribu personel. Mereka bergantian bermalam. Sebanyak 765 di antaranya berasal dari Mapolrestro Jakarta Pusat, sisanya berasal dari Polda Metro Jaya dan sejumlah kepolisian di berbagai daerah,” kata Harry di Jakarta, saat ditanya jumlah personel yang bersiaga di kawasan Gedung DPR RI.
Kawasan Senayan, lanjut Harry, hingga kini masih berstatus siaga 1 usai gelombang demonstrasi yang bergulir sejak Senin (23/9/2019) hingga sore tadi. “Gedung DPR/MPR ini masuk Ring 1, kita masih bersiaga mengantisipasi gangguan Kamtibmas dari berbagai kemungkinan, termasuk gelombang aksi susulan,” katanya.
Personel kepolisian tampak bermalam di sejumlah sudut kawasan Gedung DPR/MPR, khususnya pada area parkir kendaraan dengan mendirikan tenda. Sejumlah mobil pengurai massa dan water cannon juga tampak terparkir di dalam kawasan Gedung DPR/MPR.
Kendaraan berat kepolisian juga tampak di beberapa ruas jalan, seperti Gerbang Pemuda, Lapangan Tembak dan Jalan Gatot Subroto. Hingga pukul 20.30 WIB kawasan tersebut tampak kondusif usai berlangsungnya empat agenda demonstrasi dari berbagai organisasi masyarakat yang pro dan kontra terhadap kebijakan pemerintah.
“Kami memfasilitasi area demonstrasi di Jalan Gatot Subroto, sebab Jalan Gerbang Pemuda dan Lapangan Tembak menjadi koridor alternatif bila terjadi kerusuhan,” kata Harry lagi.
Petugas kepolisian masih tampak bersiaga di sekitar Komplek MPR-DPR, tepatnya di belakang Gedung MPR-DPR, Jumat malam (27/9/2019) meski massa pendemo yang berasal dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sudah membubarkan diri usai aksi.
“Aksi mahasiswa hari ini berjalan kondusif, dan cukup tertib,” ujar salah satu petugas kepolisian di pintu belakang DPR/MPR, jalan Palmerah, Jakarta, Jumat malam (27/9/2019).
Sebagian mahasiswa HMI membubarkan diri menggunakan mobil mikrolet melintasi jalan Palmerah mengarah flyover Permata Hijau. “Pak Polisi, Pak Polisi, makasih yah, Assalamualaikum,” ujar salah satu mahasiswa HMI melalui pengeras suara, yang lantas dijawab salam juga oleh anggota kepolisian.
Sebelumnya, upaya massa HMI untuk menuju Gedung DPR-MPR RI gagal karena terhalang oleh barikade dari pihak kepolisian di Jalan Gatot Subroto menuju Gedung DPR/MPR RI. Massa juga sempat membakar ban bekas di depan barikade kawat berduri.
Pihak kepolisian yang bertugas menjaga akses menuju Gedung DPR-MPR RI melakukan pendekatan persuasif kepada massa HMI. Massa HMI ke Gedung DPR-MPR RI itu dalam rangka menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Tampak aksi demonstrasi di gedung DPR/MPR akan terus berlanjut. Aksi Mujahid 212 Selamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengajak seluruh umat islam untuk menyampaikan aspirasi terkait pembangunan bangsa ke arah lebih baik.
“Seluruh anak bangsa baik mahasiswa, pelajar, ormas islam dan emak-emak militan serta seluruh umat islam untuk hadir dan bergabung bersama besok di titik kumpul,” kata Ketua panitia aksi ustadz Edy Mulyadi melalui siaran persnya, di Jakarta, Jumat (27/9/2019).
Awalnya aksi tersebut dinamakan Parade Tauhid Indonesia 2019. Namun, adanya perkembangan situasi dan kondisi di Tanah Air terjadi pergantian nama dan rute kegiatan. “Dengan perubahan ini kami ingin kembali menegaskan, bahwa umat islam bersama arus besar perubahan yang digelorakan mahasiswa dan para pelajar SMU,” ujarnya.
Secara umum, aksi tersebut ditujukan untuk memberikan kontribusi maksimal sehingga perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Kemudian, terdapat pula sejumlah pertimbangan pada aksi tersebut terutama setelah beberapa kejadian di Tanah Air.
Pertama unjuk rasa mahasiswa yang berujung pada tindakan represif aparat. Kedua, kata dia, munculnya aksi para pelajar sebagai sebuah fenomena yang sebelumnya tidak pernah terjadi dalam ekskalasi politik di Indonesia.
Aksi itu berlangsung spontan tanpa komando serta berakhir ricuh dan diamankannya ratusan pelajar oleh pihak aparat. Selanjutnya, kerusuhan di Wamena, Papua, yang memakan korban jiwa dan eksodus warga pendatang keluar dari wilayah tersebut. Kemudian persoalan kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap.
Beberapa kejadian tersebut dinilainya harus mendapat perhatian serius dari pemerintah agar segera dicarikan solusi terbaik demi kemajuan NKRI. “Dengan semangat mujahid 212 mari kita kembali bersama-sama lakukan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik,” ujarnya. (net/lin)
sumber: indopos.co.id