Demo Mahasiswa Tuntut Jokowi Mundur Hampir di Seluruh Indonesia, di Gedung DPR RI Hingga Malam Sempat Ricuh

Demo mahasiswa di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan. foto: internet

Aksi mahasiswa tolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di depan Gedung DPR/MPR berlangsung ricuh malam ini. Massa berupaya menutup jalan Tol Dalam Kota yang berada di seberang kompleks parlemen, Jakarta, Senin malam (23/9/2019).

Hingga pukul 20.35 WIB, massa mahasiswa yang juga menuntut mundur Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih bertahan di depan Gedung DPR bahkan mereka memanjat pagar karena ingin masuk ke dalam gedung DPR/MPR. Mereka merasa belum puas dengan respons atas tuntutan-tuntutan yang dilontarkan ke DPR.

Massa mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta yang tadinya diragukan bahkan dicemooh karena di berbagai daerah sudah lebih dulu melakukan aksi serupa, tampak mencoba mendorong-dorong pagar DPR. Sebagian sudah berhasil masuk melewati lompatan pagar setinggi 5 meter. Sementara itu massa lainnya, meneriakkan, “Revolusi, revolusi, revolusi.”

Polisi yang berjaga masih membuat barikade untuk menghalau massa. Hingga kini tak ada saling dorong antara polisi dan mahasiswa. Ada beberapa pagar bagian samping yang rusak akibat peristiwa ini. Polisi pun berupaya memukul mundur massa.

Sebelumnya, Kapolres Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan sudah meminta agar tetap damai dalam menjalankan aksinya. “Jangan terprovokasi, jangan terprovokasi,” kata Harry.

Dikabarkan sebanyak 58 dari puluhan ribu orang perwakilan demo mahasiswa dari 34 universitas yang berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR diterima untuk bertemu dengan anggota DPR.

Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dinno Ardiansyah yang diterima ikut audiensi mengatakan, perwakilan demo mahasiswa belum mendapat kepastian akan bertemu siapa saat audiensi.

Namun, mereka hanya ingin bertemu pimpinan DPR. “Kalau bukan pimpinan kami akan tolak,” kata Dinno di dalam Kompleks Parlemen, Senin malam (23/9/2019).

Audiensi tersebut, kata dia, merupakan tindak lanjut dari pertemuan perwakilan mahasiswa dengan Sekretaris Jenderal DPR, 19 September lalu. Mahasiswa, kata Dinno ingin menanyakan kelanjutan empat poin perjanjian kala itu.

Setelah melakukan aksi di pintu depan DPR RI, Mahasiswa meminta masuk ke Gedung DPR. Hal ini juga merupakan hasil kesepakatan yang telah dicapai pada aksi 19 September lalu.

Setelah 3 jam menggelar aksi, sekitar pukul 16.50 WIB, Anggota DPR RI dari Faksi Gerindra Supratman Andi Atgas menemui peserta aksi di pintu masuk sisi kanan pintu utama. Dia ditemani Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Gator Eddy Pramono.

Saat membuka diskusi, dia meminta 25 mahasiswa perwalikan masuk ke Gedung DPR. Namun jumlah ini ditolak oleh mahasiswa. Mereka menyebut yang terlibat dalam aksi kali ini berasal dari 40 kampus. Walhasil mereka menuntut 80 perwakilan dengan dua orang dari tiap kampus.

“Pak, kampus yang terlibat saja aksi hari ini saja mencapai 40 kampus. Kami ingin tiap kampus ada dua orang perwakilan,” kata salah seorang mahasiswa,” kata mahasiswa kepada Supratman Andi.

“40 orang kan sama saja, tidak muat nanti,” balas Supratman.

Diskusi jumlah perwakilan mahasiswa dengan perwakilan DPR berlangsung alot. Mahasiswa keukeuh agar yang diizinkan masuk mencapai 80 orang. Namun setelah diskusi, keduanya sepakat untuk mengizinkan 60 orang masuk ke gedung dewan.

“Di Nusantara 1 Lantai 17,” kata Supratman.

Dalam aksi kali ini, sejumlah Rancangan Undang-undang sedang digodok DPR RI dan Pemerintah diprotes oleh pengunjuk rasa. Beberapa di antaranya seperti RUU Pertanahan, Revisi UU KPK, RUU Permasyarakatan, dan RKUHP.

Sejumlah pasal di RKUHP mengundang kritik dan protes dari sejumlah kalangan. Pun begitu, Presiden Joko Widodo dan DPR sepakat menunda pengesahan RKUHP yang direncanakan bakal paripurna pada Selasa (24/9/2019).

Beberapa pasal kontroversial dalam RKUHP dimaksud seperti pasal penghinaam presiden dan wakil presiden, pasal perzinahan, pasal aborsi, pasal kohabitasi atau kumpul kebo hingga pasal tentang korupsi.

Mahasiswa mencoba memasuki tol dalam kota yang berada di depan gedung DPR. Tindakan itu dilakukan usai seorang orator menyampaikan hasil pertemuan dengan anggota DPR di dalam gedung DPR. Beberapa mahasiswa tampak pula sudah menyeberangi jalan Tol yang mengarah ke Slipi, Jakarta Barat.

Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Harry Kurniawan melalui pengeras suara mengimbau mahasiswa untuk tidak menutup jalan tol. Arus lalu lintas di jalan tol tersendat. Jalur nontol yakni Jalan Gatot Subroto sudah tertutup saat ini.

Dalam kericuhan itu, mahasiswa melempari gedung DPR dengan batu dan botol minum. Personel huru hara di dalam gedung DPR pun melakukan penguraian massa. Aparat berhasil membubarkan massa yang berniat menutup ruas Tol Dalam Kota.

Aksi mahasiswa menolak RKUHP dan revisi UU KPK serta RUU kontroversial ini sendiri tak hanya terjadi di Jakarta hari ini. Aksi serupa diketahui berlangsung pula di Yogyakarta, Bandung, Cirebon, Malang, Jombang, Makassar, dan Tanjungpinang. Aksi serupa juga terjadi di Makassar. Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) bahkan menggemakan agar Jokowi mundur dari jabatannya.

RKUHP sendiri telah disepakati DPR pada tingkat I atau tingkat komisi untuk dibawa dan disahkan dalam Rapat Paripurna. Usai rapat konsultasi dengan DPR hari ini, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah meminta kepada legislatif untuk menunda pengesahan empat RUU: RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba.

Demonstrasi mahasiswa merebak di sejumlah daerah di Indonesia memprotes rencana pemerintahan Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan sejumlah rancangan undang-undang. Demo digelar serentak di Riau, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Makassar, hingga Papua pada hari ini, Senin (23/9).

Gelombang demonstrasi ini hanya berselang beberapa pekan menjelang pelantikan Jokowi sebagai presiden untuk periode kedua. Di Yogyakarta, mahasiswa yang bergabung dengan pekerja, pelajar, dan aktivis masyarakat sipil menggelar demo di Pertigaan Gejayan.

Demo bertajuk #GejayanMemanggil ini bahkan menjadi topik terpopuler Twitter di Indonesia. Semua elemen yang bergerak dalam aksi #GejayanMemanggil tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak.

Mereka mengusung tujuh tuntutan. Di antaranya mendesak RKUHP ditunda, revisi UU KPK yang baru disahkan, mengadili elite yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan, dan menolak pasal-pasal bermasalah RUU Pertanahan dan RUU Ketenagakerjaan.

#GejayanMemanggil mengajak mahasiswa dan seluruh elemen masyarakat sipil untuk mengikuti aksi damai di pertigaan Gejayan. Aksi ini mengusung 7 tuntutan, di antaranya adalah mendesak penundaan RKUHP, revisi UU KPK yang baru disahkan, dan juga menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Pertanahan dan RUU Ketenagakerjaan.

Senada dengan peserta aksi “Gejayan Memanggil”, mahasiswa UMI juga menyerukan penolakan RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, UU KPK, dan sejumlah produk legislasi lain. Produk-produk legislasi tersebut dinilai lebih mementingkan pengusaha ketimbang rakyat.

Sementara itu, ribuan mahasiswa juga menggelar aksi di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Seperti mahasiswa di kota lainnya, mereka juga menyerukan penolakan RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan UU KPK.

“Kami dari berbagai kampus sudah mengkaji semua RUU tersebut dan sepakat untuk minta dibatalkan,” ujar salah satu koordinator aksi dari Universitas Sangga Buana YPKP Bandung, Angga Firmansyah, dilansir CNN Indonesia. “Kami meminta Presiden untuk mencabut semua revisi UU tersebut.”

Di sisi lain, gelombang demonstrasi mahasiswa ini tidak lepad dari serangkaian kebijakan yang ditetapkan oleh DPR dan pemerintah selama beberapa pekan terakhir ini. Di antaranya adalah pemilihan Irjen Firli Bahuri yang kontroversial sebagai Ketua KPK 2019-2023.

Selain itu, revisi UU KPK yang kini telah disahkan pun dinilai memuat sejumlah Pasal yang melemahkan lembaga anti-rasuah tersebut. RKUHP yang hendak disahkan juga dinilai memuat banyak Pasal yang bisa memberangus demokrasi. Belum lagi persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah yang belum bisa teratasi.

“Mereka yang turun ke jalan nanti tidak akan membawa bendera organisasi tertentu. Semuanya tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak karena ini aksi bersifat organik,” ujar juru bicara Aliansi Rakyat Bergerak, Nailendra.

Para mahasiswa menuntut Jokowi mundur dari jabatannya. Mereka juga menyerukan menolak RUU Pertanahan, RUU Ketenagerjaan, UU KPK, dan sejumlah produk legislasi lain. Mahasiswa menilai produk-produk legislasi itu lebih mementingkan pengusaha ketimbang rakyat.

Sementara itu demonstrasi menolak UU KPK yang digelar sejumlah elemen mahasiswa di Kepulauan Riau (Kepri) berujung ricuh. Massa terlibat kontak fisik dengan aparat di dalam komplek Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepri.

Terpantau seribuan mahasiswa se-Pulau Bintan (Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan) memadati Kantor DPRD. Mereka menuntut pimpinan DPRD untuk ikut dalam deklarasi menolak revisi UU KPK yang mereka nilai sebagai bentuk pelemahan.

Kericuhan terjadi beberapa menit setelah Ketua Sementara DPRD Kepri, Lis Darmansyah meninggalkan para mahasiswa yang mendesak anggota legislatif deklarasi menolak revisi UU KPK.

Lis gagal melobi mahasiswa agar deklarasi cukup disampaikan anggota DPRD Kepri di hadapan mahasiswa. Massa ngotot meminta masuk ke kantor DPRD agar dapat mendengarkan deklarasi di ruang rapat paripurna.

Demonstrasi juga terjadi di Jayapura, Papua. Namun tuntutan demonstrasi di Jayapura belum sepenuhnya diketahui. Kabar yang santer beredar, aksi demo dipicu oleh dugaan rasialisme. Aksi ini berujung bentrok dengan aparat keamanan.

Sakaratul Maut Demokrasi

Sementara ribuan mahasiswa di Bandung menggelar demo di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Mahasiswa dari lintas kampus ini berorasi, menyuarakan soal kehidupan demokrasi yang sedang berada di ujung tanduk.

Seperti mahasiswa di kota-kota lain, mereka menolak RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan UU KPK. “Kami dari berbagai kampus sudah mengkaji semua RUU tersebut dan sepakat untuk minta dibatalkan. Kami meminta presiden untuk mencabut semua Revisi UU tersebut,” kata salah satu koordinator aksi, Angga Firmansyah dari Universitas Sangga Buana YPKP Bandung.

Sejumlah kebijakan yang mendapat sorotan tajam dari publik di antaranya pemilihan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK 2019-2023 dan pengesahan Revisi UU KPK menjadi UU.

Irjen Firli dikritik karena diduga pernah melakukan pelanggaran etik berat. Sementara Revisi UU KPK memuat sejumlah pasal yang dianggap melemahkan KPK. Belum selesai kontroversi itu, DPR dan pemerintah berniat mengesahkan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan dan RUU Pemasyarakatan.

RKUHP paling mendapat sorotan luas karena banyak pasal dianggap bisa memberangus demokrasi. Presiden Jokowi setelah diterpa kritik, akhirnya memutuskan menunda pembahasan dan pengesahan RKUHP.

Selain itu, pemerintah juga mendapat kritik akibat kebakaran hutan dan lahan yang tak dapat diatasi di sejumlah daerah, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia melakukan aksi turun jalan, menuntut Presiden Joko Widodo agar mundur dari jabatannya, Senin (23/09/2019).

Demonstrasi mahasiswa berbagai daerah memprotes rencana pemerintahan Jokowi dan DPR mengesahkan sejumlah rancangan undang-undang (RUU). Demo digelar serentak di Riau, Samarinda (Kalimantan Timur), Bandung (Jawa Barat), Jakarta, Yogyakarta, Jombang (Jawa Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), hingga Papua dan sebagainya pada hari ini, Senin (23/09/2019).

Ratusan mahasiswa dari Aliansi BEM (badan eksekutif mahasiswa) Sumatera Barat berunjuk rasa di DPRD Sumatera Barat menolak pasal karet dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang tengah ditunda pengesahannya oleh Presiden Joko Widodo.

Wakil Presiden BEM KM Unan Randi mengatakan, pihaknya mengkritisi RUU KUHP yang akan disahkan oleh DPR dan melalui aksi ini berharap aspirasi ini dapat disampaikan ke pusat melalui DPRD Sumatera Barat.

Ia mengatakan RUU KUHP tersebut terdapat pasal karet seperti memperkosa isteri sendiri itu dapat dipidanakan dan hal tersebut tidak relevan. Selain itu seseorang yang mengkritisi hakim dan presiden itu juga dapat dipidanakan dan itu tidak pantas kiranya menjadi regulasi dalam KUHP.

“Perwakilan kita sudah berbicara dengan anggota DPRD Sumbar menyampaikan aspirasi kita sehingga kajian yang kita lakukan sampai kepada DPR RI,” katanya.

Presiden BEM Unand Ismail Hasanudin mengatakan Aliansi BEM Sumbar terdiri dari UNP, Unand serta 28 universitas di Sumatera Barat yang menyuarakan aspirasi mereka baik di Sumbar dan di seluruh Indonesia.

Selain menolak RUU KUHP, pihaknya juga menyampaikan aspirasi menolak RUU pertanahan dan RUU kemasyarakatan. Pihaknya mempertanyakan kenapa seluruh rancangan ini terburu-buru dibahas dan disahkan padahal masa jabatan DPR RI akan berakhir.

Unjuk rasa dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, ratusan mahasiswa mendatangi DPRD Sumbar menyampaikan aspirasi mereka sementara 65 anggota DPRD Sumbar sedang menggelar rapat paripurna penetapan pimpinan definitif DPRD Sumbar periode 2019-2024. (net/lin)

Puluhan ribu mahasiswa dari puluhan kampus di Jakarta menggelar aksi demo di gedung DPR. fotoL internet

Pernyataan Sikap Atas Aksi Intoleransi Di Karimun

22 September, 2019 5 Comments

Sekali lagi bangsa Indonesia menyaksikan aksi pemaksaan kehendak massa yang tidak bertanggungjawab dan intoleran untuk membubarkan acara peringatan Asyura di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.

Aksi pemaksaan kehendak seperti ini sebenarnya kerap dialami oleh pengikut Syiah di Indonesia. Di hampir seluruh wilayah Indonesia, dan sepanjang tahun, dalam berbagai acara yang mereka gelar, komunitas pengikut mazhab Ahlulbait selalu menghadapi aksi-aksi intoleransi seperti ini, padahal mereka selalu melakukan acara-acara itu dengan seizin aparat keamanan setempat.

Menanggapi aksi pemaksaaan kehendak dan sikap intoleran yang demikian nyata ini, Ormas Islam Ahlulbait Indonesia yang mewadahi komunitas pengikut mazhab Ahlulbait di Indonesia hendak menyampaikan beberapa sikap berikut.

Pertama, kami mengecam aksi pemaksaan kehendak sekelompok massa yang demikian, khususnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila dan berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika.

Kami percaya bahwa aksi-aksi seperti itu akan berujung pada anarki, pelanggaran hukum yang lebih berat dan bahkan bertentangan dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kedua, kami meminta aparat keamanan dan pemerintah agar menindak anasir intoleran yang terus bergerak memaksakan kehendak mereka sendiri di wilayah NKRI ini. Mereka seringkali telah bertindak di luar batas. Kami menilai pembiaran aksi-aksi intoleran itu akan mengancam integritas bangsa dan negara.

Ketiga, mendesak seluruh Ormas Islam, lembaga pendidikan Islam dan pusat dakwah Islam untuk mengajarkan Islam yang penuh rahmat, toleransi dan tenggang rasa, dengan berpijak pada akhlaqul karimah yang diteladankan oleh Rasul, Ahlulbait Nabi, para Sahabat, Tabiin dan ulama Salaf.

Keempat, kami memohon pada aparat keamanan dan pemerintah untuk lebih serius menangani aksi-aksi kekerasan dan intoleransi yang mengatasnamakan Islam, karena kami percaya pembiaran aksi seperti ini akan merusak Islam, memicu konflik horizontal yang lebih massif dan menghilangkan peluang bangsa Indonesia menapaki tahap-tahap kemajuan yang lebih besar.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Semoga Allah berkenanya menolong Bangsa Indonesia meraih cita-cita kemerdekaan dan hidup sejahtera dan jaya lahir dan batin.

Jakarta, 22 September 2019/22 Muharam 1441 H

Dewan Pengurus Pusat

Ahlulbait Indonesia

Habib Hassan Alaydrus

Sumber: cnnindonesia/hidayatullah.com/wowkeren.com/ Sumber: indopos.co.id/kumparan.com/ ahlulbaitindonesia.or.id/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *