Sebagai badan hukum usaha, koperasi harus dimodernisasi. Hal itu seiring banyaknya peluang bisnis baru. Apalagi sekarang peluang bisnis terbuka lebar di era industry 4.0 yang serba digitalisasi. Modernisasi koperasi juga meliputi sumber daya manusia (SDM) dan manajemen bisnisnya.
Koperasi harus modern, mandiri, besar, unggul, profesional dalam menggunakan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk mengelola organisasi dan manajemen bisnisnya. Hal itu menjadi bahan pembahasan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “SDM Unggul, Organisasi dan Bisnis Koperasi” yang diselenggarakan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) di Jakarta, Jumat (9/8/2019).
Dalam FGD yang dipandu Direktur Perencanaan, Data, dan Informasi Dekopin Pusat Abdul Wahab narasumber dihadiri Deputi Kepala Bappenas Bidang Ekonomi Ahmad Dading Gunadi, Ketua Harian Dekopin Agung Sudjatmoko, Asisten Bidang Peningkatan Kualitas Koperasi Deputi SDM Kementerian Koperasi Dwi Andriani, Asdep Pembiayaan Kemenkop Hanafiah Sulaeman, pengurus Dekopin Daerah, sejumlah pengurus koperasi sekunder, dan akademisi.
“Menarik koperasi dalam bisnis di era industry 4.0 membutuhkan SDM unggul, serta bisa merevitalisasi organisasi dan bisnisnya. Manajemen organisasinya juga harus menyesuaikan dengan teknologi IT, yaitu sistem digitalisasi,” kata Agung dalam FGD itu.
Sudah saatnya teknologi IT, saran Agung, diterapkan untuk sistem aplikasi pengelolaan bisnis & organisasi koperasi koperasi. Sebagai pelaku bisnis, kata Agung, koperasi harus lincah beradaptasi dengan perubahan.
“Karena itu, koperasi dituntut harus mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan bisnisnya. Baik pada level produk, distribusi, maupun konsumsi atau user. Jika tidak melakukan perubahan, maka koperasi akan ditinggalkan anggota atau digilas oleh perubahan,” ujar Agung, dosen Bina Nusantara (Binus).
Dading menambahkan, setidaknya ada tiga permasalahan yang dihadapi koperasi hingga menyebabkan tidak berkembang. Pertama, lemahnya manajemen, rendahnya kualitas SDM koperasi, serta karena koperasi dikelola tidak sepenuhnya, tapi paruh waktu.
Yang dialami Dading, banyak koperasi berperan seperti rentenir. Praktik itu dilakukan melalui perangkat digital dan jaringan internet, termasuk melalui media sosial. “Kami berharap Dekopin bisa ikut memberikan penguatan terhadap koperasi. Memang harus ada restrukturisasi kelembagaan,” kata Dading di tempat yang sama.
Staf khusus Menkop Teguh Budiyatna yang membuka FGD ini mengungkapkan, di era digital banyak peluang bisnis yang bisa diambil oleh koperasi. “Salah satunya asuransi. Sektor ini banyak berhubungan dengan hajat anggota koperasi,” imbuhnya.
Syaratnya, kutip Teguh, program koperasi bisa berkembang jika memang ada partisipasi dari anggota, harus jelas apa core bisnis yang tepat, dan tentu harus ditunjang SDM unggulan.
Dwi Andriani menyatakan, terkait program pembinaan dan pengembangan koperasi, pihaknya lebih konsentrasi pada model-model pelatihan yang diberikan kepada anggota koperasi. “Sedangkan, bagi Dekopin sendiri adalah bagaimana kegiatan lebih pada upaya menata kelembagaan koperasi,” kata Dwi.
Hanafiah sendiri banyak menyoroti peluang pembiayaan usaha koperasi. Di antaranya, dana bergulir yang dikelola LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir), dana kredit ultra mikro (UMI), maupun kredit usaha rakyat (KUR).
“Yang penting diperhatikan koperasi adakah tata kelola, tata niaga produksi, insentif pajak, juga pentingnya market place,” tutur Hanafiah yang juga mantan Sekjen Dekopin,” imbuhnya.
Ketua PB Nahdatul Ulama KH DR Eman Suryaman menyatakan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pidato kenegaraan menyoroti dan menekankan tentang Program Percepatan Pembangunan Ekonomi dan SDM Unggul mestinya menjadi konsideran para pihak, termasuk DPR dan Menteri Kabinet khususnya Menteri Koperasi.
Undang-Undang yang mengatur tentang Perkoperasian itu sudah sangat lama yakni tahun 1992 sudah 37 tahun, sementara situasi dan kondisi dunia usaha termasuk koperasi sudah banyak mengalami perubahan, maka Revisi UU Perkoperasian itu sangat dibutuhkan bagi Koperasi- Koperasi di Indonesia.
“Saya Mohon Jangan ditunda lagi, karena disinyalir ada kelompok kelompok tertentu diduga dari Koperasi Koperasi Rentenir yang mencoba untuk menghambat bahkan menggagalkan pengesahan RUU Perkoperasian dengan berbagai cara,” jelas Eman Minggu (25/8/2019).
RUU Koperasi ini sebenarnya sangat komprehensif dan antitesa terhadap kelemahan UU Koperasi yang lalu, baik itu UU 25/ 1992 Maupun UU 17/2012 yang dibatalkan MK. Contoh adanya kesamaan perlakuan terhadap pelaku usaha, jika BUMN BUMS bidang keuangan ada LPS maka dalam RUU ini ada LPSK (Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi).
Selain itu dalam RUU ini pemerintah dan negara hadir melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap rakyatnya yang sering dieksploitasi oleh Para Rentenir berbaju Koperasi” papar Eman yang juga Ketua Timses Pilpres 2019 Jokowi.
RUU ini sangat memperhatikan Jatidiri dan prinsip prinsip koperasi, Pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 21 disebutkan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah adalah kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk Anggota sesuai dengan prinsip syariah.
“Sementara Koperasi Rentenir Penghimpunan dananya dari beberapa orang Pemilik saja dan menyalurkan pada masyarakat umum bukan anggota,” ucapnya.
Kemudian dalam bab II Pasal 6 ayat 3 disebut Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: keanggotaan sukarela dan terbuka; pengendalian oleh anggota secara demokratis; partisipasi anggota; otonomi dan kemandirian; pendidikan, pelatihan, dan informasi; kerja sama antar Koperasi; dankepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
“Para Koperasi Rentenir dapat dipastikan tidak pernah mengamalkan Prinsip Prinsip Koperasi dimaksud, bahkan bertentangan/ bertolak belakang dalam menjalankan usahanya, ini yang mestinya dipahami, karena bila RUU ditunda tunda hingga akhir periode DPR sekarang, maka akan mentah lagi, maka Rakyat akan dieksploitasi lagi oleh Rentenir, ini tidak baik untuk bangsa,” tukas Eman. (net/lin)