Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perbankan untuk memanfaatkan teknologi dengan meningkatkan sistemnya melalui inovasi digital. Sehingga menjadi sebuah sistem perbankan digital ke depannya. Ini menjadi salah satu tanggung jawab pada sektor perbankan untuk mencari jalan keluar.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, tantangan perekonomian dan keuangan saat ini adalah kesenjangan keuangan dan distribusi layanan keuangan yang tidak merata.
“Meskipun kehadiran inovasi ini bersinggungan dengan tatanan yang telah ada sebelumnya,” kata Wimboh saat ditemui sela seminar di Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Melalui penanganan yang tepat, nilai Wimboh, inovasi ini bisa dikembangkan dan menjadi alternatif solusi yang bersifat saling menguntungkan dengan lembaga keuangan yang telah ada sehingga dampak negatif dari inovasi ini dapat diminimalisasi.
Inovasi yang dilakukan pada sistem perbankan, kata dia, dapat menjadi katalis dalam membantu pemerintah menghadapi tantangan tersebut, karena manfaat produk dan layanan keuangan dapat dinikmati hingga kepada underserved yang sebelumnya tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal.
“Sistem berbasis teknologi itu juga diharapkan mampu membawa tingkat literasi keuangan Indonesia yang lebih maju sehingga akan menghasilkan pertumbuhan inklusi keuangan Indonesia,” ujarnya.
Saat ini pada umumnya sektor perbankan sudah nyaman dengan kondisi dan tatanan yang telah ada, lanjut dia, sehingga tidak menghiraukan terkait masih banyaknya potensi yang bisa diperbaiki dan dikembangkan untuk jasa keuangan tersebut.
Wimboh menambahkan jika perbankan tidak melakukan inovasi secara cepat, maka akan ada kemungkinan pihak bank tersebut terdisrupsi oleh teknologi. “Singapura dan Hong Kong sudah banyak yang memberi izin digibank karena banyak costumer di luar negara, sedangkan penduduknya sedikit,” ujarnya.
Dalam rangka memberi dukungan terhadap perkembangan tersebut, OJK berdiskusi dengan negara-negara di kawasan ASEAN lainnya untuk melakukan pengembangan yang sama serta mempersiapkan regulasi-regulasi pendukungnya.
“Banyak ketentuan yang akan dikeluarkan. Setelah ada POJK 13 dan masih akan banyak kebijakan yang dikeluarkan, akhir tahun akan di-launching,” katanya.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, regulasi Inovasi Keuangan Digital yang terdapat pada OJK bersifat adaptif, sehingga akan terus berubah sesuai dengan adanya perkembangan industri ke depan.
“Intinya secara regulasi kami melakukan prinsip market conduct sehingga regulasi yang dibuat nanti tidak menghambat inovasi-inovasi yang ada, tetapi mengedepankan dan mempertimbangkan perlindungan konsumen,” kata Nurhaida dalam rilis Humas OJK.
Tidak menutup kemungkinan akan adanya pembuatan peraturan baru dalam suatu klaster jika terdapat banyak Inovasi Keuangan Digital yang tergabung dalam wadah financial technology (fintech) atau sandbox.
“Jadi ke depannya, mungkin nanti seandainya ada beberapa klaster cukup banyak peserta yang mengajukan dan belum ada peraturannya, tentu ke depan kita harus melihat ke depan peraturannya seperti apa, dan harus seberapa banyak pesertanya untuk membuat peraturan itu,” jelas Nuraida.
Dengan diterbitkannya POJK Nomor 13/POJK.02/2018 dan tersedianya fasilitas pelayanan dari OJK Infinity, hingga saat ini terdapat total 48 penyelenggara Inovasi Keuangan Digital yang telah memperoleh status tercatat di bawah POJK 13/2018 dari 121 permohonan yang masuk di OJK.
Sebanyak 48 penyelenggara Inovasi Keuangan Digital tersebut terbagi menjadi 15 klaster yaitu aggregator, credit scoring, claim service handling, digital DIRE, financial planner, financing agent, funding agent, online distress solution, online gold depository, project financing, social network and robo advisor, block-chain based, verification non-CDD, tax and accounting dan e-KYC.
Selain itu, 34 di antaranya ditetapkan sebagai contoh model untuk mengikuti ruang uji coba (prototype regulatory sandbox) selama satu tahun ke depan dan bisa diperpanjang hingga enam bulan. “Regulatory sandbox ini akan menjadi ruang percobaan bagi fintech sebelum memasarkan produk mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Nurhaida menuturkan pihaknya masih belum mengetahui waktu penyelesaian regulasi tersebut karena OJK masih harus melihat hasil klaster dalam sandbox itu. “Kami belum tahu karena sandbox masih berlangsung selama satu tahun, hasil sandboxing ini baru kita lihat yang perlu kita buat lebih lanjut itu apa,” katanya. (lin)