Wacana pemakaian dosen bahkan rektor asing yang mendapat tantangan keras dari kalangan akademisi dan praktisi pendidikan ternyata menjadi kenyataan. Menyusul langkah Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir yang memperkenalkan rektor asing pertama di Indonesia.
Rektor bernama Jang Youn Cho dan berasal dari Korea Selatan (Korsel) diperkenalkan Menristek Dikti saat membuka Hari Teknologi Nasional (Harteknas) ke-24 di Sanur, Denpasar, Bali, Senin (26/8/2019).
Menristek mengatakan, Jang Youn Cho akan
menjadi rektor Universitas Cyber Asia, sebuah universitas berbasis online yang diselenggarakan Universitas Nasional Jakarta (UNJ).
Kehadiran rektor asing diharapkan meningkatkan kualitas perguruan tinggi di
Indonesia.
“Tadi sudah melihat kan, pertama kali rektor asing yang masuk
di Indonesia, yaitu di Universitas Cyber Asia yang diselenggarakan oleh
Universitas Nasional Jakarta. Ini universitas yang pertama kali di Indonesia
berbasis pada online,” kata Nasir di
Bali.
Jang Youn Cho telah memiliki banyak pengalaman memimpin perguruan tinggi. Dia pernah dinominasikan sebagai 10 profesor terbaik di Universitas Nebraska Lincoln, Amerika Serikat. Dia juga pernah menjadi rektor di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) di Korsel.
“Rektor tadi punya pengalaman memimpin perguruan tinggi, satu pernah memimpin perguruan tinggi di Hankuk University di Korea Selatan dan pernah jadi dosen profesor di Amerika. Sekarang dia menjadi rektor di Universitas Cyber Asia ini,” katanya.
Menristek berharap dengan kehadiran rektor asing itu, para mahasiswa Uiversitas Cyber Asia juga tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari berbagai negeri di Asia. Bahkan, saat ini, sudah ada permintaan agar mahasiswanya bisa dari luar Indonesia.
“Ada permintaan mahasiswa bisa dari Asia Tenggara sendiri, Asia Barat, maupun di Afrika. Ini yang ada permintaan dan mudah-mudahan bisa jalan,” katanya.
Dia juga menargetkan rektor asing akan menjabat di Perguran Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia tahun 2020 mendatang. Namun, saat ini pemerintah masih harus melakukan sejumlah perubahan dalam regulasi tentang pemilihan rektor di dalam negeri.
“Harapan saya, mereka bisa berkolaborasi untuk meningkatkan kualitas, jadi bukan lagi kita berpikir masalah penjajahan. Engga ada di dunia pendidikan tinggi, di dunia mana pun seperti itu. Semua pendidikan tinggi di dunia selalu berkolaborasi,” tutupnya. (net/lin)
sumber: inews.id/WAG FORWAKER-PWKI