Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menyatakan, pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur paling lambat dilakukan 2024.
“Kita akan menyiapkan lahan kemudian infrastruktur yang akan bisa dimulai pada akhir 2020 sehingga bila akhir 2020 dimulai konstruksi, paling lambat 2024 proses pemindahan sudah dilakukan,” kata Bambang di Istana Negara Jakarta, Senin (26/8/2019).
Pada hari ini Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan lokasi ibu kota baru Indonesia seluas 180 ribu hektare di dua kabupaten yaitu Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara.
Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan bahwa pada Senin (26/8/2019) pagi sudah berkirim surat ke DPR dan melampirkan hasil kajian mengenai calon ibu kota baru tersebut.
Bambang menambahkan, untuk rancangan undang-undang kami sudah siapkan naskah akademik yang akan dilampirkan untuk pengajuan RUU sedangkan mulai 2020 adalah fase persiapan sampai finalnya dapat menyelesaikan master plan.
Lalu building design dan dasar perundangan-undangan. “Tentu ada tahapan pembangunannya dan akan didetailkan kemudian tapi 2024 adalah masa paling lambat kita sudah memindahkan pusat pemerintahan,” ungkapnya.
Hanya pusat pemerintahan yang tadinya berada di Jakarta dipindahkan ke Kalimantan Timur sedangkan urusan bisnis dan keuangan tetap di Jakarta. “Yang perlu saya sampaikan yang dipindahkan adalah pusat pemerintahan sedangkan ibu kota yang kita bayangkan adalah Jakarta tetap didorong sebagai pusat bisnis skala internasional,” kilahnya.
Itu senada pernyataan Presiden Jokowi yang menyebutkan bahwa Jakarta akan tetap menjadi prioritas pembangunan dan terus dikembangkan menjadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan dan pusat jasa berskala regional dan global.
Termasuk dengan rencana Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan “urban regeneration” yang dianggarkan sebesar Rp571 triliun tetap terus dijalankan. Adapun alasan Jokowi, karena menilai beban di Pulau Jawa terlalu berat.
“Beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia ada di Pulau Jawa,” kata Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers terkait rencana pemindahan ibu kota di Istana Negara, Jakarta pada Senin (26/8/2019).
Menurut Jokowi, beban Kota Jakarta sebagai kota pusat pemerintahan dan bisnis sudah sangat padat. Pemerintah telah melakukan kajian kepada sejumlah calon kawasan ibu kota dan menilai jika ibu kota pemerintahan tetap di Pulau Jawa maka bebannya akan semakin berat.
Indonesia, ujar Presiden, membebankan pusat ekonomi dan pusat pemerintahan di Pulau Jawa sehingga kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan air sudah sangat parah.
“Ini bukan kesalahan pemerintah Provinsi DKI, bukan. Tapi karena besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan Kota Jakarta. Kesenjangan ekonomi antara Pulau Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat meski pun sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah,” ujar Presiden menjelaskan perlunya pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa.
Pemerintah telah melakukan kajian rencana pemindahan ibu kota selama tiga tahun terakhir. “Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur, ” jelas Presiden.
Terdapat lahan seluas 180 ribu hektare di Provinsi Kaltim yang dimiliki oleh pemerintah. Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menjelaskan diperlukan lahan seluas 3.000 hektare untuk pembangunan kantor pemerintahan sebagai tahap pertama pembangunan kawasan ibu kota.
Bambang menjelaskan salah satu skema pembiayaan untuk pembangunan sarana infrastruktur antara lain jalan, bandara dan pelabuhan di ibu kota baru akan dibiayai BUMN dalam bentuk investasi.
Sedangkan estimasi “cost project” dan pembiayaan fisik ibu kota baru akan menggunakan pembiayaan dari tiga sumber yakni APBN, skema kerja sama antara pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan skema kerja sama pemanfaatan atau pihak swasta.
Menurut Kementerian PPN, estimasi total biaya proyek (“cost project”) dan pembiayaan fisik ibu kota negara mencapai Rp466 triliun. Estimasi total biaya itu terdiri atas tiga sumber pembiayaan yakni APBN sebesar Rp74,44 triliun, skema KPBU Rp265,2 triliun, dan swasta melalui skema kerja sama pemanfaatan sebesar Rp127,3 triliun. (net/lin)