Sejumlah organisasi masyarakat (ormas), seperti front pembela islam (FPI), gerakan nasional pengawal fatwa (GNPF) ulama dan persaudaraan alumni (PA) 212 menyatakan siap menggelar Ijtima Ulama IV di Jakarta, Agustus 2019.
Ketua PA 212 Slamet Ma’arif mengatakan, pihaknya akan berjuang dengan sekuat tenaga agar Ijtima ulama itu berjalan dengan sukses dan lancar. Selain itu kata Slamet, semuanya siap memperjuangan hasil Ijtima hingga di tingkat pengurus bawah karena kami meyakini apa pun yang diputuskan untuk tujuan besar, bagaimana tegaknya keadilan di negara ini.
“Kemungkinan digelar Agustus 2019. Apa pun yang diputuskan, kami akan mengikuti dan memperjuangkan hasil Ijtima ulama,” kata Slametusai jumpa pers persiapan kegiatan Ijtima Ulama ke-4 di Jakarta, Senin (15/7/2019).
Ketua Umum GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak mengatakan, rapat tersebut untuk meneguhkan sikap keumatan dan bagaimana menyikapi keadaan situasi saat ini, khususnya Ormas yang tergabung dalam Ijtima ulama.
“Sampai saat ini kami tidak terpengaruh dengan situasi dan kondisi saat ini, terkait peristiwa atau pertemuan apa pun yang dilakukan antar kelompok yang terjadi. Apa pun hasil Ijtima ulama nantinya, sesuai dengan masukan para ulama, para habib, tokoh nasional serta imam besar Habib Rizieq Shihab,” jelas Yusuf.
Sekretaris Umum DPP FPI Munarman mengatakan, ijtima ulama keempat untuk melakukan konsolidasi di kalangan ulama dan memang sejak awal pelaksanaannya dan pengambilan keputusan dari berbagai bidang salah satunya bidang politik.
“Karena bidang politik yang saat ini sangat seksi, makanya akan lebih banyak menarik perhatian. waktu itu momentumnya bertepatan dengan pemilu khususnya pilpres,” jelas Munarman.
Munarman menegaskan dalam Ijtima ulama, pihaknya ingin melakukan evaluasi terkait seluruh keputusan yang sudah dilakukan serta sejauh mana perkembangan untuk pelaksanaan apa yang telah diputuskan selama ini.
Untuk itu, GNPF belum menyatakan sikap atas pertemuan presiden terpilih Joko Widodo dengan Prabowo Subianto, Sabtu (13/7/2019). “Pertemuan yang terjadi itu adalah biasa-biasa saja dan tidak perlu dirisaukan,” kata Yusuf.
Yusuf menegaskan sikap GNPF dan sejumlah oganisasi masyarakat (ormas) lainnya akan ditentukan setelah selesainya Ijtima Ulama ke-4.“Kami selalu bergerak, bertindak dan berbuat sesuatu, sesuai dengan amanat para ulama dan habib melalu ijtima yang sudah dilakukan sebelumnya,” jelas Yusuf.
Menurut dia, setelah selesainya sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa pemilihan presiden (Pilpres), pihaknya menganggap semuanya telah selesai. “Tidak ada lagi hal-hal dukung mendukung dan nantinya menunggu keputusan ijtima ke-4,” ujarnya.
Slamet mengatakan pihakya tidak terpengaruh dengan pertemuan yang terjadi beberapa waktu lalu. “Pertemuan kemarin, kami senang juga nggak, tidak senang juga nggak, jadi biasa-biasa saja,” tegas Slamet.
Menurut Slamet, ibarat kereta, gerbong 212 akan terus berjalan sampai tujuan. Siapapun yang satu visi dengan PA 212, silakan naik ke dalam gerbong, sementara siapa pun yang tidak nyaman dan tidak sevisi, silahkan turun. “Siapa pun yang berada di depan dan menghalangi akan kami tabrak, karena kereta akan jalan terus,” tegas Slamet.
Munarman mengingatkan, semua perkara yang menjerat imam besar FPI Habib Rizieq Shihab sebagai tersangka telah selesai atau sudah mendapatkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3). “Jangan ada pihak-pihak lain atau provokator yang menyatakan pulang saja, nanti ditangkap atau berurusan dengan hukum,” tegas Munarman.
Munarman menjelaskan sejak lama pihaknya berjuangan dan menginginkan kepulangan Habib Rizieq ke Indonesia bahkan sebelum pelaksanaan Ijtima Ulama pertama.
“Habib Rizieq bukan tidak mau pulang, tetapi Habib tidak bisa pulang karena terhalang akibat pencekalan keluar dari wilayah Saudi atas permintaan pihak kita disini,” ucap Munarman, menegaskan.
Munarman mengatakan dirinya sudah beberapa kali menemui Habib Rizieq dan diperlihatkan beberapa dokumen hingga cerita wawancara Habib Rizieq dengan otoritas Saudi, bahwa Rizieq tidak bisa pulang.
“Habib mau keluar tidak bisa, tidak tahu alasannya, pokoknya ada permintaan tidak bisa keluar. Itu salah satu bentuk yang kita sebut ketidakadilan atau kezaliman,” kata Munarman.
Sebelumnya diberitakan, Ketua umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto sempat dikecam pendukungnya karena menemui lawan politiknya Presiden Joko Widodo di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7/2019). Salah satu yang mencabut dukungan adalah PA 212.
Ketua DPP Partai Gerindra Sodik Mujahid menilai pencabutan dukungan wajar dalam dinamika politik. Menurut dia, Prabowo akan bicara dengan para pendukungnya untuk menjelaskan pertemuan tersebut.
“Jadi hal yang biasa dalam membantu untuk kemudian diredam dan Pak Prabowo sudah mengatakan nanti akan bicara dengan mereka,” ujar Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/7/2019).
Namun, Sodik tidak memastikan kapan pertemuan tersebut bisa terselenggara. Dia mengatakan tidak bakal sulit Prabowo menemui pendukungnya. “Saya kira akan segera disampaikan. Seperti halnya sekarang kan tiba-tiba Prabowo dan Jokowi bertemu ya enggak? Apalagi hanya bertemu dengan tim-tim pendukung. Saya kira itu tidak terlalu sulit,” ucapnya.
Sodik menambahkan Prabowo juga akan berkomunikasi dengan mantan koalisi pendukung dalam Pilpres 2019. Sebab dia menjelaskan, pertemuan dengan Jokowi sudah disampaikan melalui surat. Sehingga menurut Sodik, kalau ada orang-orang yang belum puas, Prabowo bakal menemui mereka. Yang jelas, kata Sodik, Prabowo tegas tetap barisan oposisi.
“Mereka sudah tahu sudah menangkap hal itu kalau dianggap belum puas nanti akan ada pertemuan lanjutan menjelaskan lagi. Prinsipnya sama. Pertemuan itu bukan berarti kita gabung dalam koalisi,” kata Sodik. (net/lin)
sumber: indopos.co.id/merdeka.com