Lebih 20 Negara PBB Kutuk Perlakuan Tiongkok Terhadap Warga Uighur di Xinjiang

China yang memiliki bendera warna merah dilaporkan telah menahan satu juta orang, yang kebanyakan warga etnis Uighur di kamp pengasingan di Xinjiang. Foto: indopos.co.id

Lebih dari 20 negara telah menulis surat kepada pejabat hak asasi manusia Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan mengutuk perlakuan Tiongkok terhadap warga Uighur dan minoritas lainnya di wilayah Xinjiang barat.

Duta besar PBB dari 22 negara termasuk Australia, Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, dan Jepang, ikut menandatangani surat yang dirilis Rabu (10/7/2019) dan dikirim ke presiden Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Coly Seck, dan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet.

Tiongkok dilaporkan telah menahan satu juta orang yang sebagian besar adalah etnik Uighur yang beragama Islam, di kamp-kamp interniran di Xinjiang, Tiongkok.

Kelompok-kelompok hak asasi dan mantan narapidana menggambarkan mereka sebagai kamp konsentrasi di mana sebagian besar warga Muslim Uighur dan kaum minoritas lainnya dipaksa berasimilasi ke dalam masyarakat etnis Han yang merupakan mayoritas di Tiongkok.

Surat itu mengungkapkan kekhawatiran tentang laporan penahanan sewenang-wenang serta pengawasan dan pembatasan secara luas yang menargetkan warga Uighur dan kaum minoritas lainnya di Xinjiang.

Surat itu menyerukan Tiongkok untuk menghentikan penahanan sewenang-wenang dan mengizinkan kebebasan bertindak bagi warga Uighur, komunitas muslim, dan kaum minoritas lainnya di Xinjiang.

Para penulis surat, termasuk duta besar dari seluruh Uni Eropa dan Swiss meminta agar surat itu menjadi dokumen resmi Dewan Hak Asasi Manusia, yang akan mengakhiri sesi ke 41 di Jenewa hari Jumat besok (12/7/2019).

Para diplomat jarang mengirim surat terbuka ke dewan yang beranggotakan 47 negara untuk mengkritik catatan sebuah negara. Tapi langkah itu mungkin merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia untuk menyoroti Xinjiang, karena Tiongkok mungkin memiliki dukungan yang cukup untuk menolak keputusan formal.

Pejabat Tiongkok menggambarkan kamp-kamp itu sebagai pusat pendidikan kejuruan sukarela di mana warga Uighur yang berbahasa Turki menerima pelatihan kerja. Beijing mengatakan pusat-pusat itu diperlukan untuk menjauhkan mereka dari ekstremisme agama, terorisme, dan separatisme. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *