Agenda sidang lanjutan gugatan sengketa Pengitungan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Sandi adalah mendengar jawaban Tim Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Medan Merdeka Barat, Selasa (18/6/2019).
Kuasa Hukum KPU, salah satunya menyebutkan berbagai link atau tautan berita yang diajukan Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandi sebagai alat bukti menyalahi aturan.
Ketua Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo Sandi, Bambang Widjojanto mengingatkan, jangan hanya berpatokan dengan Pasal 36 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 4 Tahun 2018, namun harus melihat pasal-pasal lainnya.
Bambang Widjojanto atau BW menilai KPU telah gagal memahami hukum acara. BW menganggap, Kuasa Hukum KPU tidak membaca Pasal 43 UU MK. Di dalam Pasal 43 itu, kutip BW, disebutkan ada bukti lain.
“Bukti lain itu apa? Dijelaskan pada Pasal 43 itu, bukti lain itu adalah bukti elektronik. Alat bukti yang dimaksud Pasal 43, bisa disamakan pada kasus tindak pidana korupsi yang juga bisa menggunakan alat bukti elektronik. Jadi ini soal hukum acara ya, dan kalau di tindak pidana korupsi itu ada di Pasal 26 UU Tipikor,” ujar BW di gedung MK, Selasa (18/7).
Selain itu, kata BW, penolakan KPU pada bukti link berita bisa juga disebut bentuk ketidakpercayaan lembaga yang dipimpin Arief Budiman itu pada seluruh media massa elektronik di Indonesia.
“Sekarang kalau ditarik ke teman-teman wartawan, memang hasil jurnalistik kalian itu hasil jurnalistik ecek-ecek? Ketika dia (KPU) menolak hasil jurnalistik teman-teman itu, sama juga dia tidak mengakui hasil kerja dari media dong,” sindir BW, mantan Wakil Ketua KPK.
Karena itulah, dilanjutkan BW, alat bukti elektronik yang diajukannya berupa link-link berita merupakan hal yang wajar. “Inikan proses yang wajar, hasil dari berita elektronik dijadikan bukti adalah sesuatu yang wajar. Jadi menurut saya mereka gagal memahami hukum acara yang berkaitan dengan pembuktian,” pungkasnya.
Wakil Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Prof Denny Indrayana memandang tautan berita bisa jadi alat bukti. “Sesuai Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, bahwa tautan berita online termasuk dalam bukti yang sah dan bisa digunakan dalam persidangan,” imbuh Denny.
Bukti link-link berita itu dari media yang kredibilitas tidak diragukan. “Kami meyakini isi berita tersebut, dan menghormati sistem kerja rekan-rekan media yang check and recheck sebelum berita tersebut ditayangkan. Apalagi sebagian besar fakta yang tidak dibantah oleh yang diberitakan,” pungkas Denny.
Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum KPU meminta agar MK tidak menerima link-link berita dari berbagai media online yang dijadikan salah satu alat bukti dalam sidang sengketa Pilpres 2019 yang dimohonkan Tim Kuasa Hukum Paslon 02.
“Kedudukan link (tautan) berita sebagai alat bukti yang diajukan tidak memenuhi syarat alat bukti,” kata Ketua Tim Hukum KPU Ali Nurdin dari pihak termohon, saat membacakan jawaban dari gugatan pemohon, Selasa (18/6).
Menurut Ali, bukti cetak berita online tak bisa menjadi rujukan bahwa pelaksanaan pilpres penuh dengan kecurangan.
Selain itu ketentuan alat bukti dalam sidang MK, kata Ali, sejatinya telah diatur dalam Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pilpres. “Dalam PMK 4/2018 alat bukti meliputi surat atau tulisan, keterangan saksi, ahli, petunjuk hakim, dan alat bukti lain,” dalih Ali.
Tautan berita yang diklaim sebagai bukti merupakan bentuk pelanggaran dalam tata beracara yang sudah diatur dalam PMK. Tuntutan pemohon yang meminta tautan berita acara merupakan pelanggaran. Hanya print out berita online tidak dapat menjadi rujukan, dan bukan alat bukti dan tidak memenuhi syarat,” tandasnya. (lin)