Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas dan likuiditas sektor jasa keuangan dalam kondisi terjaga. Kinerja intermediasi dan profil risiko lembaga jasa keuangan stabil di Februari 2019.
Sentimen global yang mempengaruhi kondisi tersebut, antara lain pelambatan perekonomian global. Itu diikuti kebijakan moneter negara-negara utama yang lebih longgar (dovish).
Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan Yohanes Santoso Wibowo menyebut, indikator perekonomian AS, Eropa, Jepang, dan Tiongkok cenderung berada di bawah ekspektasi dan mendorong penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2019.
Perkembangan tersebut, nilai Santoso, mendorong The Fed memutuskan untuk tidak menaikkan Federal Funds Rate (FFR) di 2019 dan menghentikan program normalisasi neraca mulai September 2019.
“Bank Sentral Eropa dan Jepang juga tetap mempertahankan suku bunga kebijakan 2019 serta berkomitmen untuk menyediakan likuiditas yang dibutuhkan pasar,” ujar Santoso dalam diskusi dengan media di gedung OJK, kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/3).
Pemerintah Tiongkok juga, lanjut dia, berencana memberikan insentif moneter dengan pelonggaran suku bunga dan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) serta insentif fiskal dengan menurunkan tarif pajak.
“Kondisi tersebut mendorong berlanjutnya inflow ke emerging markets termasuk Indonesia khususnya di pasar surat utang dan meningkatkan likuiditas di pasar keuangan,” imbuhnya.
Sejalan dengan perkembangan likuiditas dan tren global, kata dia, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga kebijakannya. “Sejalan dengan perkembangan di pasar keuangan global, pasar saham dan nilai tukar rupiah, Februari melemah tipis masing-masing sebesar 1,37% dan 0,64% mtm, dengan investor nonresiden membukukan net sell di pasar saham sebesar Rp3,4 triliun,” kutipnya.
Namun demikian, secara ytd IHSG masih meningkat sebesar 4,02% dengan investor nonresiden membukukan net buy sebesar Rp10,5 triliun. Secara sektoral, kontributor terbesar penurunan IHSG di Februari berasal dari sektor aneka industri dan pertanian.
Sementara, pasar SBN menguat dengan yield rata-rata di Februari turun 26,7 bps. Investor di pasar SBN tercatat membukukan net buy sebesar Rp32,8 triliun. Pada Februari, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan meneruskan tren perbaikan.
Pertumbuhan kredit perbankan melanjutkan tren peningkatan dan pada bulan Februari tercatat tumbuh sebesar 12,13% yoy. Piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan tumbuh 4,61% yoy.
Pertumbuhan kredit/pembiayaan di dorong oleh tingginya pertumbuhan kredit/pembiayaan untuk kegiatan investasi, memberikan harapan peningkatan aktivitas ekonomi ke depan.
Dari sisi penghimpunan dana, DPK perbankan tumbuh sebesar 6,57% yoy. Sementara itu, asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi berhasil menghimpun premi masing-masing sebesar Rp15,4 triliun dan Rp8,5 triliun padaFebruari 2019.
Di pasar modal, korporasi berhasil menghimpun dana Rp13,4 triliun di sepanjang Februari 2019, dengan jumlah emiten baru sebanyak 2 perusahaan. Dana kelolaan investasi tercatat sebesar Rp767triliun, meningkat 5,68% dibandingkan posisi yang sama tahun 2018.
Perbaikan kinerja intermediasi tersebut disertai dengan terjaganya profil risiko lembaga jasa keuangan.Rasio Non-Performing Loan (NPL) gross perbankan tercatat sebesar 2,59% (NPL net: 1,17%).
Sementara itu, rasio Non-Performing Financing (NPF) perusahaan pembiayaan stabil pada level 2,70%. Risiko pasar perbankan juga berada pada level yang rendah, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan sebesar 1,92%, di bawah ambang batas ketentuan.
Pertumbuhan intermediasi juga didukung likuiditas perbankan yang memadai, tercermin dari liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing-masing sebesar 218,45% dan 107,25%.
Jumlah total aset likuid perbankan yang mencapai sebesar Rp1.162 triliun pada akhir Februari 2019, dinilai berada pada level yang memadai untuk mendukung pertumbuhan kredit ke depan.
Selain itu, pertumbuhan industri jasa keuangan juga didukung oleh permodalan yang kuat. Capital Adequacy Ratio perbankan meningkat menjadi sebesar 23,86% pada Februari 2019. Sementara itu, Risk-Based Capital industri asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing sebesar 316% dan 442%, jauh diatas ambang batas ketentuan.
Ke depan, OJK terus akan memantau pengaruh dovish-nya kebijakan moneter negara-negara utama serta perkembangan perundingan dagang AS-Tiongkok dan kesepakatan Brexit terhadap stabilitas sistem keuangan serta kondisi likuiditas di pasar domestik.
OJK bersama otoritas terkait senantiasa memperkuat koordinasi untuk mengambil langkah-langkah terkait untuk memacu pertumbuhan dan mengantisipasi potensi risiko di sektor jasa keuangan ke depan. (lin)