Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan perkembangan financial technologi (fintech) yang sangat pesat bisa dimanfaatkan untuk kepentingan perekonomian nasional dan masyarakat dengan tetap mengutamakan aspek perlidungan konsumen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, perkembangan fintech seharusnya bisa memiliki banyak manfaat di Indonesia. Mengingat tingkat inklusi keuangan nasional yang masih rendah, jumlah penduduk yang besar dan demografi penduduk yang tersebar. Di Indonesia tingkat inklusi keuangan pada 2016 sebesar 67,8%.
“Perkembangan fintech adalah keniscayaan, untuk itu OJK mengarahkannya agar bermanfaat untuk perekonomian nasional dan kepentingan masyarakat luas serta mengutamakan perlindungan terhadap masyarakat,” kata Wimboh saat membuka seminar “Fintech Goes To Campus Kolaborasi Milennial Dan Fintech Menyongsong Revolusi Industri 4.0” di Universitas Sebelas Maret, Solo, Sabtu (9/3) seperti dirilis Humas OJK.
Sementara, menurut hasil riset Bank Dunia, 20% kenaikan inklusi keuangan melalui adopsi layanan keuangan digital akan menyediakan tambahan 1,7 juta pekerjaan bahkan lebih di negara berkembang.
Indonesia juga memiliki modal besar untuk mendukung perkembangan fintech, yaitu jumlah masyarakat kelas menengah yang mencapai 45 juta orang, serta total pengguna internet yang mencapai 150 juta.
“Untuk mendorong manfaat fintech, OJK telah menyediakan kerangka pengaturan dan pengawasan yang memberikan fleksibilitas ruang inovasi namun tanpa mengorbankan prinsip-prinsip transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness atau TARIF,” rinci Wimboh.
Itu semua, kata Wimboh, melalui penyediaan payung hukum inovasi keuangan digital dan pengaturan per produk seperti layanan inovasi keuangan keuangan digital, layanan digital banking, peer to peer lending dan equity crowdfunding.
Khusus untuk layanan peer to peer lending, lanjut dia, OJK juga telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menetapkan standar (code of conduct) dengan menggunakan pendekatan disiplin pasar yang berlaku bagi anggotanya.
“Dan menyediakan Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi Secara Bertanggung Jawab, yang memberikan panduan etika serta perilaku bertanggung jawab bagi anggota AFPI,” kutipnya.
Perkembangan fintech P2P Lending hingga januari 2019 tercatat; akumulasi pinjaman Rp25,9 trliiun, outstanding pinjaman Rp5,7 triliun, perusahaan terdaftar atau berizin 99 perusahaan, jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120.
“Untuk membangun perlindungan bagi masyarakat pengguna fintech P2P lending OJK terus meminta agar masyarakat hanya bertransaksi melalui fintech P2P lending yang terdaftar dan berizin OJK,” ujarnya.
Masyarakat diminta menghindari fintech illegal yang oleh Satgas Waspada Investasi telah berhasil dideteksi dan jumlahnya mencapai 803 entitas. Satgas Waspada Investasi sudah meminta Kemkominfo untuk menutup fintech illegal tersebut.
OJK juga meminta bagi masyarakat yang sudah menjadi korban fintech illegal untuk segera melaporkannya ke pihak Kepolisian. OJK bersama AFPI telah membangun dan menegakkan standar pengawasan berbasis market conduct yang menekankan fungsi perlindungan konsumen. (lin)