Calon Presiden (capres) nomor urut 02, Prabowo Subianto mengundang wartawan untuk ngobrol ringan di kediamannya, Desa Bojongkoneng, Hambalang, Kabupaten Bogor. Agenda pertemuan berlangsung bersamaan dengan libur nasional Imlek, Selasa (5/02).
Kepala Media Center Prabowo-Sandi Ariseno Ridhwan meminta awak media yang akan turut serta untuk berkumpul di kantornya, Jl. Sriwijaya I No. 35 Jakarta Selatan. Sore menjelang magrib hari itu, rombongan wartawan berangkat bareng dari Posko Media Center Prabowo-Sandi di Jl. Sriwijaya I No. 35, Jakarta Selatan.
Sebuah bus kecil disiapkan untuk menempuh perjalanan ke Hambalang. Jaraknya sekitar 60 kilometer dari pusat Kota Jakarta. Sekitar pukul 19.30 WIB, bus tiba di kediaman Prabowo. Sang empunya rumah menamainya Padepokan Garuda Yaksa.
Wartawan kemudian diarahkan ke sebuah pendopo, yang sudah ramai oleh pengurus dan politisi Partai Gerindra, partai bentukan Prabowo 11 tahun silam. Mereka sedang ada acara internal, yakni peringatan ulang tahun partai.
Awak media pun bergabung, duduk terpisah di tiga deret kursi dan meja yang berbeda untuk menyaksikan acara tersebut. Tuan rumah menyiapkan makan malam bagi para tetamu. Semuanya sudah berderet rapi tersaji di meja.
Menunya nasi putih dengan lauk berupa gulai ayam, sate ayam, tumis daun singkong, kerupuk kulit, serta buah iris yang terdiri dari semangka dan melon. Selain menu yang tersaji di meja makan, ada juga sajian prasmanan di halaman pendopo.
Para wartawan mengaku antusias dengan undangan itu. Pasalnya Mantan Danjen Kopassus itu, selama ini dinilai sebagai sosok yang serius dan tegas. Menyimak sisi lain kehidupan Prabowo, apalagi menyangkut hal-hal yang ringan, tentu menarik.
Terlebih kegiatan publik Prabowo yang bisa diliput media semasa Pilpres ini, tidak sebanyak cawapresnya, Sandiaga Salahuddin Uno. Dalam kegiatan yang kental nuansa kampanye politik itu pun, tentu saja tak mudah mendapati sosok Prabowo sebagai ‘orang biasa’.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simajuntak mengatakan, ini pertemuan santai, dialog santai. Bicara hal-hal yang ringan, untuk background saja. Misalnya kenapa Prabowo suka joget.
Lagu Favorit Prabowo
Sambil menikmati hidangan, ada live music yang dimainkan. Yang dinyanyikan lagu-lagu lawas, seperti “Widuri” yang dipopulerkan Bob Tutupoli di tahun 1970-an. Ada juga “My Way”-nya Frank Sinatra yang populer di tahun 1969.
Ariseno yang duduk di samping kanan saya, membenarkan dugaan saya bahwa lagu-lagu tersebut adalah playlist populernya Prabowo. “Iya pastinya begitu,” katanya. Sepanjang lagu-lagu itu dimainkan, Prabowo terlihat asyik menikmatinya, sambil melahap sajian makan malam.
Dia duduk diapit Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani dan Wakil Ketua BPN Rachmawati Soekarnoputri. Masih menghadap meja yang sama, ada Ketua Umum BPN Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, Politisi Senior Permadi, dan pengusaha Maher Algadri.
Ada juga Ketua Harian Partai Gerindra, Laksda TNI (Purn) Moekhlas Sidik, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Letjen TNI (Purn) Yunus Yosfiah, serta sejumlah tokoh lain. Usai kedua lagu favorit Prabowo tadi, tiga anggota Partai Gerindra tampil dengan lagu Didi Kempot, “Stasiun Balapan”.
Bagian tengah bangunan pendopo yang memang sengaja dikosongkan, spontan ramai oleh para anggota dan simpatisan partai yang turun berjoget. Yang berjoget makin antusias, saat Ahmad Muzani membawakan lagu dangdut “Terajana”. Mereka bergerak kompak, dalam balutan kemeja putih bersih dengan celana warna krem.
Gaya menarinya agak mirip gerakan poco-poco. Beberapa langkah maju, berputar, lalu langkah mundur. Begitu gerakannya berulang-ulang, meningkahi musik dangdut yang dimainkan. Gerakannya berbeda, dengan yang beberapa kali dipertontonkan Prabowo, yang menari ala Gatotkoco dalam pentas wayang orang.
Acara Belum Usai
Tapi para wartawan diarahkan ke ruangan lain, keluar dari pendopo itu. Melintasi lantai kayu, kami kemudian masuk ke sebuah ruangan seperti tempat transit. Dari situ kami menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu, lalu melintasi sebuah ruangan lain.
Sebuah ruangan besar memanjang, disiapkan sebagai tempat pertemuan kami. Ukuran ruangannya sekitar dua kali lapangan badminton. Ada karpet tebal terhampar. Di atasnya sudah tersusun kursi tanpa kaki, dengan busa berbalut kulit.
Obrolan akan berlangsung sambil lesehan. Prabowo masih mengikuti acara di pendopo. Para wartawan dipersilakan menikmati sajian, mengisi waktu sambil menunggu. Ada kue-kue basah seperti onde-onde dan lapis legit.
Sedangkan minuman yang disiapkan berupa teh, kopi, dan air putih. Hampir sejam kami menunggu. Saya intip jam di pergelangan tangan kanan, waktu sudah persis pukul 10 malam. Sosok yang dinantikan pun tiba di ruangan. Prabowo masih mengenakan kemeja putih lengan pendek dengan pantalon warna krem, seperti saat di pendopo tadi. Tapi kali ini tanpa peci di kepala.
Dia didampingi Ahmad Muzani, Nanik S. Deyang, dan Dahnil Anzar Simanjuntak yang memoderatori perbincangan itu. Mereka duduk berjejer, berhadapan dengan kami para wartawan hingga membentuk segi empat.
Prabowo Pernah Jadi Wartawan
“Biar obrolannya enak, saya perkenalkan dulu satu per satu ya. Nanti teman-teman wartawan boleh tanya apa saja. Bebas,” ujar mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah itu mengawali pertemuan.
Dia pun membacakan nama wartawan dan asal medianya satu per satu. Total ada 28 orang awak media yang hadir. Baik dari koran, radio, televisi, dan media online. Dahnil pun mempersilakan Prabowo menyampaikan pengantar.
Usai empat kali ketukan jari untuk mengetes fungsi mikrofon, Pria yang akan genap 67 tahun itu pada Oktober nanti itu, mengawali pembicaraan dengan Bismillahirrahmaanirrahiim dan ucapan salam.
Dari paparan pembuka yang diniatkan pendek saja, pembicaraan Prabowo mengalir panjang hingga memakan waktu sekitar 40 menit. Di antaranya dia mengungkapkan pentingnya kebebasan pers dan profesionalitas wartawan.
Dia berpendapat, sebagai pilar keempat selain eksekutif, legislatif, dan yudikatif, peran pers sangat vital bagi demokrasi. Karena menurutnya, pers-lah yang akan mengoreksi kerja ketiga pilar lainnya dalam sebuah tatanan negara moderen. “Saya sangat hormat dengan dunia journalism. Apalagi saya dulu wartawan. Gini-gini juga saya pemimpin redaksi,” paparnya.
Menanggapi kalimat itu, semua terdiam. Menunggu kelanjutan kisahnya sambil bertanya-tanya, “Apakah ini sebuah kisah nyata atau guyonan,” setidaknya begitu pertanyaan di benak saya. “Pemimpin redaksi media Sekolah. Iya… di sekolah,” katanya tegas menandakan keseriusannya, sambil diikuti tawa lepas.
Senang sekali sepertinya Prabowo, telah membuat para wartawan di hadapannya penasaran. Nanik yang duduk di ujung kanan Prabowo, terhalang Ahmad Muzani, juga sepertinya baru mendengar kisah ini.
“Di sekolah dimana Pak?” tanyanya penasaran.
“Gua pemimpin redaksi di sekolah. Di Inggris. Kelas 12. Kelas terakhir di SMA. Saya pemimpin redaksi,” jawabnya.
Prabowo memang menjalani pendidikan SMA-nya di The American School di London, Inggris.
“Berarti, jelek-jelek bahasa gua bagus juga dong. Gua harus nulis editorial. Pake bahasa Inggris lagi,” ujarnya melanjutkan.
Seisi ruangan pun tertawa. Diiringi derai tawanya sendiri, Prabowo pun joget-joget kecil ala Gatotkoco sambil duduk, senang sekali sepertinya.
Sesekali Prabowo memang berbicara menggunakan diksi “gua” atau “elu”, seperti ingin menunjukkan keeratan hubungan dengan lawan bicaranya. Pembicaraan sangat cair.
Diselingi tawa, sesekali tepuk tangan, dan ada juga saat tensi bicara Prabowo meninggi. Terutama saat dia mengungkap kekesalan atas kondisi negeri yang dianggapnya menyedihkan.
Selanjutnya berbagai pertanyaan mengalir dari wartawan. Bebas, tak ada sensor atau arahan. Mulai dari hal remeh-temeh ringan seperti kucing peliharaan, camilan kesukaan, dan kiat bugar. Juga pertanyaan yang menyerempet ke pertarungan politik.
Tapi sesuai kesepakatan, substansi obrolan hanya sebagai background saja atau off the record. Kesempatan langka ini seperti tak ingin dilewatkan para wartawan. Bahkan ketika hari sudah berganti, masih saja ada yang angkat jari mengajukan pertanyaan.
Padahal beberapa saat sebelumnya, Ahmad Muzani sudah memberi kode dengan tangannya, agar para wartawan menyudahi obrolan ini. Lewat pukul satu dinihari, pertemuan berakhir.
Tapi bukannya langsung bubar, masing-masing wartawan masih mengajak Prabowo ngobrol ringan. Jarum jam beranjak pukul 01.30 WIB, akhirnya kami meninggalkan Hambalang, yang dibalut udara dingin dinihari.
(laporan wartawan kumparan.com bersama wartawan lain)
sumber: kumparan.com