PT Adhi Karya berhasil meraih kontrak baru senilai Rp 891,9 miliar sepanjang Januari 2019. Realisasi tersebut didominasi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan dengan nilai kontrak mencapai Rp 808,4 miliar.
Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto mengatakan, kontribusi per lini bisnis mayoritas berasal dari lini bisnis konstruksi dan energi sebesar 93,4%. Sementara, lini bisnis lainnya yang menyokong kontrak baru Adhi Karya berasal dari bisnis properti sebanyak 5,5%.
“Sisanya merupakan lini bisnis lainnya. Kalau berdasarkan tipe pekerjaannya, perolehan kontrak baru terdiridari proyek gedung sebesar 8 persen. Sedangkan mayoritas kontrak baru Adhi Karya merupakan proyek infrastruktur lainnya sebesar 92 persen,” kata Budi dalam Media Workshop di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (15/2).
Berdasarkan segmentasi sumber dananya, lanjut Budi, realisasi kontrak baru dari Pemerintah tercatat sebesar 2,5%. Mayoritas sumber dananya dipegang dari proyek dengan BUMN sebesar 96,3%. Sisanya berasal dari swasta sebesar 1,2%.
Ada pun sesuai dengan penugasan kepada Adhi Karya melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 Tahun 2015, perusahaan berkode saham ADHI ini melaksanakan pembangunan prasarana kereta api ringan alias light rail transit (LRT). Hingga 8 Februari 2019, progres pelaksanaannya sudah mencapai 58,3%.
Kontraktor pelat merah ini menggarap proyek LRT di wilayah Jabodebek tahap I sejak September 2015. Nilai pekerjaan proyek ini sebesar Rp 22,8 triliun. Rincian progres LRT ini untuk lintas pelayanan satu yaitu Cawang – Cibubur sudah 78,5%.
Untuk lintasan pelayanan dua rute Cawang – Kuningan – Dukuh Atas sudah mencapai 46,1%. Lintasan layanan terkahir rute Cawang – Bekasi Timur progresnya sudah 52,8%. Untuk menggarap proyek-proyek tersebut dan proyek lainnya sepanjang 2019 ini, Adhi Karya telah menyiapkan belanja modal atau capital expenditure (capex) hingga Rp 5 triliun.
“Mayoritas alokasi capex (capital expendicture) atau belanja modal akan digunakan untuk proyek properti sebesar Rp 3 triliun, sisanya akan digunakan untuk investasi beberapa proyek lainnya seperti pembangunan jalan tol dan sistem penyedia air minum (SPAM),” jelas Entus Asnawi Mukhson, Direktur Keuangan Adhi Karya.
Pendanaan capex ini, lanjut Entus, rencananya akan berasal dari kas internal perusahaan dan sumber pendanaan lainnya, yaitu utang dan penawaran umum berkelanjutan (PUB) yang jatahnya masih dikantongi oleh perusahaan sebesar Rp 2 triliun.
Adhi Karya pun siap melepas saham dua anak usahanya tahun ini, yaitu PT Adhi Persada Gedung (APG) dan PT Adhi Commuter Properti (ACP). Perseroan menargetkan bisa meraih dana hingga RP 7 triliun dari melepas dua anak usaha tersebut. Penjualan saham APG diperkirakan mendapatkan Rp 2 triliun sedangkan ACP Rp 5 triliun. “Dari APG dapat Rp 1,5-2 triliun, dari ACP Rp 4-5 triliun,” kata Budi.
Persentase saham anak usaha yang dilepas perseroan sekitar 30-35%. APG dipersiapkan melepas sahamnya terlebih dahulu pada Agustus tahun ini dan ACP menyusul di November APG bulan Agustus, dan ACP akhir tahun, November mungkin,” ujar Budi.
Perseroan juga sudah berkomunikasi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Proses tersebut sedang berjalan. Adhi Karya sendiri berencana menerbitkan obligasi Rp 2 triliun. Aksi korporasi tersebut direncanakan pada akhir semester I-2019. “Ada penerbitan obligasi Rp 2 triliun,” tutupnya. (lin)