Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (PDTu), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ( Kemendes PDTT) akan fokus melakukan pembangunan infrastruktur di 49 kabupaten di 2019.
Dirjen PDTu Aisyah Gamawati mengatakan, Ke-49 kabupaten tersebut mulai dari Aceh Singkil hingga Raja Ampat. Aisyah menyebutkan, secara selektif fasilitasi tersebut akan menekankan pada pembukaan aksesibilitas seperti penyediaan jalan di daerah perbatasan sepanjang 22 Km di 11 Kabupaten, penyediaan moda transportasi penumpang dan barang sebanyak 4 unit.
“Selain itu untuk pengembangan ekonomi juga dilakukan di berbagai daerah dalam bentuk pengembangan desa wisata di wilayah pulau kecil dan terluar sebesar Rp 13,2 miliar, pembangunan embung baik di wilayah perbatasan maupun rawan pangan dengan nilai lebih kurang Rp 19,4 miliar,” ujar Aisyah dalam rapat kerja teknis (Rakernis) 2019 di Jakarta, yang berlangsung 31 Januari hingga 2 Februari 2019, dalam rilis Humas Kementerian Desa PDTT, Jumat (1/2).
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 tidak hanya fokus pada daerah tertinggal, tapi juga daerah tertentu. Karena banyak daerah tertentu tidak hanya di daerah tertinggal.
“Daerah tertentu tersebut di antaranya daerah rawan pangan, daerah rawan konflik, daerah rawan bencana, daerah perbatasan dan daerah pulau-pulau kecil terluar. Daerah karakteristik tersebut selama ini wilayahnya tidak semuanya berada di daerah tertinggal,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut dia, pembangunan Gudang Cadangan Pangan sebanyak Rp 8,1 miliar, penyediaan sarana dan prasarana pendukung Produk Unggulan Daerah sebesar Rp 12,1 miliar. Termasuk juga, untuk penyediaan air bersih di wilayah perbatasan dan pulau kecil terluar sebesar Rp 25,8 miliar.
“Khusus untuk kebencanaan, kita akan bangun alat deteksi dini bencana banjir dan longsor di 5 kabupaten dan melakukan pelatihan aparatur dengan jumlah peserta lebih kurang 600 orang. Terkait dengan penguatan perdamaian untuk mereduksi terjadinya konflik, pada 2019 ini akan digelar serangkaian gelaran festival pranata adat dan forum perdamaian di 23 kabupaten,” rincinya.
Masalah yang ada di daerah tertinggal, rinci dia, di antaranya masalah pelayanan kebutuhan dasar seperti masalah air bersih dan infrastruktur. “Dan ini harus dapat sentuhan dari pemerintah,” bebernya.
Ada 54 daerah rawan bencana dan 54 daerah rawan pangan di daerah tertinggal dan ada 41 kabupaten di perbatasan, 41 daerah pascakonflik dan lebih dari 100 daerah pulau kecil terluar. “Untuk daerah perbatasan kami baru intervensi 23 kabupaten dan 41daerah pulau kecil terluar,” ungkapnya.
Selain masalah pemenuham kebutuhan dasar, dikatakan Aisyah sumber daya manusia (SDM) di daerah tertinggal masih sangat kurang. Sesuai instruksi presiden, pada 2019 dana desa tidak hanya menyasar infrastruktur saja, tetapi juga pemberdayaan SDM dan pengembangan ekonomi lokal. “Langkah konkret kami dana desa mulai 2019 tidak untuk infrastruktur, tapi pengembangan ekonomi lokal,” ucapnya.
Sebelumnya dalam pidato sambutan pembukaan Rakernis, Jumat (1/2/2019), Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo menekankan target Ditjen PDTu Kemendesa harus mengacu pada keberhasilan pelaksanaan Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RJPMN) 2015-2019. Dalam RPJMN 2015-2019 Kemendes PDDT ditargetkan mengentaskan 5.000 desa tertinggal sampai dengan akhir tahun 2019.
Menurut sensus potensi desa yang diselenggarakan oleh BPS pada 2018 lalu, ada 6.500 desa yang telah dientaskan. Selain itu, dari target untuk menciptakan 2.000 desa mandiri, saat ini sudah ada 2.650 sekian desa dengan status mandiri. “Jadi beberapa target dalam RPJMN sebenarnya sudah terlampaui,” kata Eko.
Dia melanjutkan, dalam hal dana dana desa, desa mampu membangun infrastruktur dalam skala yang tidak pernah terjadi dalam sejarah Indonesia sebelumnya dalam waktu empat tahun terakhir.
“Desa mampu membangun antara lain hampir 200.000 km jalan desa, puluhan ribu PAUD, Posyandu, Pasar, Bumdes, dan Embung. Desa juga mampu membangun hampir 1 juta unit sarana air bersih ke rumah-rumah di desa,” katanya.
Selain itu, pendapatan perkapita di desa naik hampir 50 persen, dari Rp 572.000 per kapita per bulan menjadi Rp 804.000 per kapita per bulan. Angka kekurangan gizi atau stunting juga turun dari 37,2 persen menjadi menjadi 30,2 persen dalam empat tahun terakhir, kata Eko. (lin)
Sumber: kompas.com