Kemenkes Keluarkan Permenkes, BPJS Kesehatan Ancam Tarik Urun Biaya Peserta

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan peraturan baru (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 terkait Pengenaan Urun Biaya BPJS Kesehatan dan Selisih Biaya Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS).

BPJS Kesehatan mengancam bakal menarik urun biaya dari peserta hingga maksimal Rp30 juta jika terbukti menyalahgunakan layanan kesehatan. Ancaman itu tertuang dalam Permenkes No 51 Tahun 2018 mengenai Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.

Pasal 9 PMK 51/2018 menyebut, besaran urunan biaya Rp20 ribu untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan di rumah sakit kelas A dan B. Atau Rp10 ribu di RS kelas C dan D, serta klinik utama.

Untuk kunjungan 20 kali dalam jangka waktu tiga bulan, peserta dipatok urun biaya paling tinggi Rp350 ribu. Namun, untuk rawat inap kelas 1, maka urun biaya sebesar 10 persen dari biaya pelayanan dihitung dari total tarif INA-CBG atau maksimal Rp30 juta.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, urun biaya diberlakukan terhadap jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)-Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Namun BPJS Kesehatan dan Kemenkes masih menggodok jenis pelayanan kesehatan apa saja yang masuk dalam kategori yang dimaksud. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan bersama organisasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan akan menjadi salah satu pihak yang mengusulkan jenis pelayanan kesehatannya.

“Saat ini, urun biaya memang masih belum diberlakukan. Tentu usulan (jenis pelayanan kesehatan apa saja) itu harus disertai data dan analisis pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Iqbal dalam rilisnya, Jumat (18/1).

Usai sejumlah pihak yang berhak mengusulkan jenis pelayanan apa saja yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan, nantinya Kementerian Kesehatan akan membentuk tim untuk mengkaji usulan itu dan melakukan uji publik hingga membuat rekomendasi. “Fasilitas kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan yang dikenai urun biaya dan estimasi besarannya kepada peserta,” tuturnya.

Namun, peserta dan keluarga juga harus menandatangani dokumen yang menyebutkan mereka setuju untuk membayar tambahan biaya, sebelum mendapatkan pelayanan dari rumah sakit.

“BPJS Kesehatan akan membayar klaim rumah sakit dikurangi besaran urun biaya tersebut. Urun biaya dibayarkan oleh peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan,” papar Iqbal.

Peserta, sambung dia, juga wajib membayar lebih jika meminta meningkatkan kelas perawatannya di luar dari haknya. Untuk selisih biayanya akan dibayar oleh BPJS Kesehatan. “Peningkatan kelas perawatan tersebut hanya dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak kelas peserta,” terangnya.

Iqbal merinci bagi peserta yang meningkatkan kelas rawat inap dari kelas 3 menjadi kelas 2 dan dari kelas 2 menjadi kelas 1 harus membayar selisih biaya antara tarif Indonesian-Case Based Groups (INA-CBG) antar kelas.

INA-CBG adalah besaran pembayaran klaim oleh badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan kepada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokkan diagnosis penyakit dan prosedur.

Selanjutnya, peserta kelas rawat inap dari kelas 1 ke VIP harus membayar selisih paling banyak 75 persen dari tarif INA-CBG’s kelas 1. Sementara, bagi yang mendapatkan paket pelayanan rawat jalan eksekutif dikenakan biaya maksimal Rp400 ribu setiap kunjungan.

Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Muhammad Arief mengatakan, Permenkes 51 tahun 2018 ini pada dasarnya membahas dua substansi yang pertama tentang urun biaya, kedua selisih biaya.

“Jadi jangan sampai keliru-keliru antara selisih dan urun ada perbedaan . Urun biaya ini dikenakan kepada peserta-peserta yang mendapatkan pelayanan-pelayanan tertentu yang tergolong bisa terjadi penyalahgunaan oleh peserta dikarenakan selera maupun perilaku peserta,” ujar Budi di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (18/1).

Urun biaya ini dikenakan kepada peserta yang jika berobat mendapatkan pelayanan tertentu. Di mana pelayanan tersebut masuk jenis pelayanan yang bisa disalahgunakan karena perilaku dan selera peserta.

“Apa saja jenis pelayanan yang masuk ke dalam kelompok tersebut itu, akan ditentukan oleh para stakeholder di antaranya BPJS Kesehatan, IDI, Asosiasi Fasilitas Kesehatan yang akan disampaikan ke Menkes,” tuturnya.

Dia menambahkan, urun biaya itu untuk menekan pelayanan yang tidak perlu. Sehingga ada konsekuensi, kalau orang tak dapat pelayanan ini tidak perlu. Mungkin dengan berobat di rumah atau olahraga.

“Sedangkan untuk selisih biaya itu ditetapkan karena peserta menghendaki ada hak pelayanan. Hak untuk rawat jalan dan rawat inap. Hak rawat jalan itu minta dilayani dengan poliklinik eksekutif. Maksimal Rp400 ribu,” pungkasnya. (lin/net)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *