Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama para gubernur Bank Sentra dan Pimpinan Otoritas Pengawas Sektor Jasa Keuangan atau The Group of Governors and Heads of Supervision (GHOS) menyepakati dua hal, yaitu penetapan revisi perhitungan permodalan minimum bank untuk risiko pasar (minimum capital requirements for market risk) dan program kerja serta prioritas strategis BCBS selama tahun 2019.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso merinci, pertama adalah revisi dari pendekatan perhitungan kebutuhan modal minimum untuk risiko pasar yang bertujuan untuk memitigasi ketidaksempurnaan pada pendekatan sebelumnya.
“Penyempurnaan tersebut antara lain menetapkan batasan yang lebih jelas antara trading book dan banking book serta pendekatan perhitungan yang lebih risk-sensitive,” ujar Wimboh dalam pertemuan para Gubernur Bank Sentral dan dari 28 negara yang tergabung dalam “The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) di Basel, Swiss, Senin waktu setempat.
Perubahan ini, lanjut Wimboh, melengkapi sejumlah pedoman dalam dokumen Basel III sebelumnya yang telah diterbitkan pada Desember 2017 khususnya terkait dengan Pilar 1 sebagai respon atas terjadinya Global Financial Crisis.
Kerangka perhitungan risiko pasar yang telah direvisi tersebut memiliki tiga pendekatan yang dapat digunakan oleh bank, sebut Wimboh, yaitu Internal Model Approach (IMA), Standardised Approach (SA), dan Simplified Standardised Approach (SSA).
“Namun demikian untuk Kecukupan Perhitungan Modal Minimum (KPMM) risiko pasar, perbankan di Indonesia hanya diwajibkan untuk menggunakan SA dan SSA yang lebih hati-hati dan relevan sedangkan IMA hanya diperbolehkan untuk keperluan proses risk management di internal bank,” kata Wimboh dalam rilis Humas OJK, Selasa (15/1).
Berdasarkan hasil simulasi di Indonesia, dampak penerapan SSA ini tidak terlalu besar karena exposure risiko pasar di Indonesia relatif kecil yang didominasi oleh risiko nilai tukar dan suku bunga.
Pertemuan GHOS kali ini juga menyepakati program kerja dan prioritas strategis BCBS selama tahun 2019, termasuk rencana Regulatory Consistency Assessment Program (RCAP) untuk aspek Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang telah diterapkan di Indonesia sejak Juli 2017 dan Large Exposures (LEX) di Indonesia yang baru diterbitkan pada akhir Desember 2018 untuk diterapkan pada 1 Juni 2019.
“Indonesia senantiasa berkomitmen untuk mengawal penerapan Basel III di Indonesia dengan tetap memperhatikan karakteristik dan kepentingan perbankan nasional atau Best Fit untuk Indonesia,” ujarnya.
Pada 2016 Indonesia telah dilakukan Regulatory Consistency Assessment Programme (RCAP) dengan mendapatkan peringkat Compliant (C) untuk RCAP LCR (Liquidity Coverage Ratio) dan Largely Compliant (LC) untuk RCAP Capital. (lin)