KPU DKI Jakarta siap mengikuti mediasi sengketa pencalegan antara pemohon M Taufik, caleg dari Partai Gerindra yang digelar Bawaslu DKI Jakarta, pagi ini Kamis (16/8). Menyusul pencoretan nama M Taufik dari 38 caleg daftar yang sejak awal diajukan berkas pencalegan. Adapun dasar pencoretan M Taufik karena status mantan narapidana korupsi tidak boleh maju sebagai caleg di Pileg 2019.
Anggota KPU DKI Divisi Teknis Nurdin mengatakan, untuk menyelesaikan sengketa atau gugatan semacam itu dilakukan mediasi, antara pemohon dalam hal ini M Taufik dari Partai Gerindra dengan termohon KPU DKI yang diselenggarakan oleh Bawaslu sesuai aturan Bawaslu.
“Itu pertama. Kalau hasil mediasi tidak mencapai kesepakatan untuk diambil keputusan, maka akan dilanjutkan dengan sidang ajudikasi yang kembali diselenggarakan Bawaslu. Sidang ajudikasi terkait sengketa proses pencalegan ini akan dipimpin Bawaslu. Karena ini bukan sidang pengadilan seperti umumnya,” ujar Nurdin di kantornya gedung KPU DKI, kawasan Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (15/8).
Menurut Nurdin, keberatan penggugat itu terkait hasil rekapitulasi perbaikan terakhir yang mencoret nama caleg M Taufi. Di mana dasarnya, M Taufik terkena status sebagai mantan narapidana kasus korupsi.
“Mediasi ini memang ada dalam aturan Bawaslu. Di situ disebutkan, proses penyelesaian sengketa antara caleg dengan KPU, pertama dilakukan lewat mediasi. Soal adanya aturan mediasi ini, sementara di undang-undangnya jelas menyebut larangan mantan narapidana korupsi ikut maju sebaga caleg, menurut saya, tanyalah pada Bawaslu. Kalau KPU DKI sudah melakukan pelaksanaan tahapan ini sesuai aturan PKPU yang ada,” kilah Nurdin.
Di PKPU (Peraturan KPU) itu jelas disebutkan, kutip Nurdin, salah satu syarat pencalonan bahwa partai tidak menyertakan mantan narapidana korupsi, mantan kejahatan social terhadap anak, dan mantan narapidana bandar narkoba.
“Tapi ternyata, Partai Gerindra memasukan salah satu nama ini, (M Taufik) yang terbukti sudah ada salinan putusan pengadilan atau incraht. Sehingga saat itu, kami TMS kan (tidak memenuhi syarat). Otomatis namanya sudah tidak muncul di DCS (daftar calon sementara). Lantas yang bersangkutan mengajukan keberatan ke Bawaslu. Kalau alasan Bawaslu mau menerima keberatan ini, ya, silakan tanya Bawaslu,” pinta pria ramah ini.
Nurdin mengaku tidak paham jika M Taufik akan mencalonkan lagi lewat nama calon yang dicoret. Seperti diketahui, saat ini tahapan KPU mengumumkan dan menyebarkan rancangan daftar calon anggota legistlatif sementara (DCS) ke partai-partai politik peserta Pemilu Legislatif (Pileg) April 2019 untuk dikoreksi atau diamati terkait nama-nama dalam rancangan DCS itu.
Selanjutnya partai-partai politik diminta untuk memberi paraf pada setiap lembar berkas pencalegan dan ditandatangani dengan disertai cap stempel partai masing-masing.
“Proses pada saat dilakukan verifikasi sebelumnya, ketika ada yang tidak atau belum memenuhi syarat tapi tidak dilengkapi, maka secara otomatis calon tersebut menjadi TMS. Termasuk mantan ketiga kasus itu,” imbuhnya.
Ingat, kata Nurdin, salah satu syarat pencalonan anggota DPRD DKI, menyertakan caleg yang bukan mantan tiga kasus itu. “Di dalam fakta integritas pun disebutkan, parpol bersedia kena sanksi administrasi berupa pencoretan daftar nama caleg. Baik di saat pendaftaran pemilih, DCS atau DCT,” ulasnya.
Jadi kalau berdasarkan aturan, kutip dia, calon yang bisa diganti itu ada tanggapan dari masyarakat yang mempengaruhi syarat calon sehingga itu tidak memenuhi syarat. Dan itu bisa diganti.
Kedua, syarat meninggal dunia. Ketiga mengundurkan diri jika ituu perempuan. Karena mempengaruhi kuota sehingga bisa diganti perempuan lagi. Proses penggantiannya itu dengan orang yang memang belum pernah diajukan pada proses pencalonan. (ers)