KPU DKI Jakarta menghapus sebanyak 39 caleg dari daftar yang sejak awal diajukan berkas pencalegan. Caleg yang dicoret berasal dari Partai PKPI, Partai Garuda, dan satu orang dari Partai Gerindra. Adapun dasar pencoretan satu nama dari Partai Gerindra itu, dikarenakan terkena larangan narapidana maju sebagai caleg di Pileg 2019.
Anggota KPU DKI Jakarta Divisi Teknis Nurdin mengatakan, dari rangkaian proses sebelumnya, yaitu hasil verifikasi, diserahkan hasil rancangan daftar calon anggota legistlatif sementara (DCS) ke partai-partai politik peserta Pemilu Legislatif (Pileg) April 2019 untuk dikoreksi atau diamati terkait nama-nama dalam rancangan DCS itu.
Seandainya sudah ada koreksi dan sebagainya, kata Nurdin, selanjutnya partai-partai politik diminta untuk memberi paraf pada setiap lembar berkas pencalegan dan ditandatangani dengan disertai cap stempel partai masing-masing.
“Kalau untuk Partai Garuda dan lainnya itu, macam-macam dasar pencoretannya, seperti ijazahnya tidak ada. Atau ada ijazahnya, tapi tidak dilegalisir, terus ada juga surat pengadilannya yang tidak ada, termasuk foto, dan lain-lain. Intinya tidak sesuai ketentuan pencalonan yang berlaku sehingga harus kami coret,” ujar Nurdin saat dicegat usai menggelar rapat kordinasi dengan 16 partai politik perserta Pileg 2019 di gedung KPU DKI, kawasan Salemba Jakarta Pusat, Rabu (8/8) siang.
Terkait masalah caleg Anas Effendi dari PKB, Nurdin mengaku, Anas sudah melengkapi berkasnya dengan menyerahkan surat pengunduran dirinya, pada saat terakhir tahap verifikasi berkas, tanggal 31 Juli 2018. Surat pengajuan pengunduran diri Anas, lanjut dia, sudah dilengkapi tanda terima dari Pemprov DKI Jakarta bahkan ada surat keterangan dari Pemprov DKI berisi bahwa pengunduran dirinya sedang diproses.
“Tinggal nanti sebelum H-1 atau tanggal 20 September 2018 dari jadwal penetapan DCT (daftar caleg tetap), kami minta surat pengunduran diri dari Pemprov DKI atau surat pensiun yang kalau sudah keluar. Dalam hal ini memang bisa, kami menerima di antara surat pensiun maupun surat pengajuan pengunduran diri si calon,” ungkap Nurdin sambil merinci.
Masalah Anas Effendi
Soalnya, kata dia, posisi Anas yang eselon II bisa sampai umur 60 tahun masa pensiunnya ketika dia tidak mendapat jabatan. “Sehingga rata-rata umur 58 sudah selesai alias pensiun. Sementara umur Anas sudah 59 tahun. Sehingga di surat keputusan pemberhentian oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, itu dilampirannnya tercatat bahwa jabatan lamanya wali kota dan jabatan barunya pensiun,” ulas pria ramah.
Jadi mungkin saja, kalau nanti H-1 atau tanggal 19 September 2018 paling telat dari penetapan DCT, Anas menyerahkan surat pengunduran diri dari instansinya atau surat keterangan pensiun. “Karena Pemprov lebih memilih mengeluarkan surat pensiunnya, misalnya,” kata Nurdin.
Soal potensi-potensi yang bisa diperbaiki agar caleg tidak lalai, Nurdin mengingatkan pada caleg-caleg berstatus anggota DPRD DKI yang sekarang pindah partai dalam mencalonkan. “Syaratnya sama, yaitu sebelum H-1 DCT, kami akan minta surat pengunduran diri dari DPRD DKI berisi bahwa caleg itu telah mundur dari keanggotaan DPRD DKI yang asal partai lamanya,” ujarnya.
Misalnya, lanjut dia, selama ini si caleg menjadi anggota DPRD DKI dari Partai A, kemudian pindah k Partai B untuk menjadi caleg. Maka dia harus mundur dari anggota DPRD DKI karena asal partainya Partai A.
Dalam hal ini, pihaknya mencatat kurang lebih lima orang anggota DPRD DKI yang pindah partai dan mereka diminta harus memperhatikan ini. “Setelah DCS ini diserahkan pada partai-partai politik, maka tanggal 12 nanti, kami umumkan untuk meminta tanggapan dan masukan dari masyarakat terkait nama-nama caleg itu, lalu hasil tanggapan itu kami lakukan klarifikasi,” paparnya.
“Kalau ternyata ada yang menggugurkan syarat calon dari tanggapan masyarakat itu, kami minta parpol untuk memperbaiki atau mengganti calon lain yang belum pernah diajukan, baru tahap selanjutnya rancangan penyusunan DCT,” tutupnya. (lin)