Kondisi ekonomi syariah Indonesia yang masih tertinggal cukup jauh dari Malaysia misalnya, tidak berbanding lurus dengan populasi muslim yang mencapai 85% dari total jumlah penduduk Indonesia 250 juta jiwa. Saat ini industri perbankan dan sektor riil syariah dinilai tak terafiliasi dengan baik.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menilai, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia cenderung berjalan di tempat. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi syariah global mengingat populasi muslim yang mencapai 85 persen dari total penduduk Indonesia.
“Tapi kenapa dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, perkembangan perbankan syariah seolah-olah berjalan di tempat? Itu tercermin dari kondisi ekonomi syariah Indonesia yang masih tertinggal cukup jauh dari Malaysia. Adapun kini aset perbankan syariah Indonesia hanya mencapai lima persen sedangkan Malaysia sudah sampai level 20 persen,” ungkap Bambang saat sesi jumpa pers dalam rangkaian High Level Discussion Indonesia: Pusat Ekonomi Islam Dunia, di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (25/7).
Menurut Bambang, ada suatu periode di mana sulit sekali aset dari perbankan syariah melewati 5% dan jika dibanding aset perbankan syariah Malaysia yang sudah 20%. Secara presentase kita jauh di bawah. Hal ini membuat perbankan syariah sulit untuk berkembang.
“Kita harapkan pasti perbankan syariah akan bersentuhan dengan sektor riil, karena sektor riil yang membutuhkan pembiayaan. Sebab tidak ada perbankan kalau tidak ada yang membutuhkan pembiayaan,” ungkapnya.
Sektor pariwisata halal di Indonesia, nilai dia, merupakan salah satu aspek yang cukup kompetitif. Indonesia menduduki posisi keempat di dunia, di bawah Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Turki. “Kami mendorong agar pariwisata halal Indonesia menyumbang pertumbuhan ekonomi bagi negara. Presiden selalu menegaskan bahwa quick win untuk mengurangi defisit transaksi berjalan ada di pariwisata. Saya rasa halal tourism bisa menyumbang pertumbuhan di Indonesia,” ujarnya.
Sektor Pariwisata Halal
Sektor pariwisata termasuk salah satu penghasil devisa terbesar. Pada 2019, rinci dia, diproyeksikan sektor pariwisata dapat menyumbang devisa sebesar 20 miliar dollar AS. Bambang yakin Indonesia bisa menggeser Malaysia, Arab, dan Turki dari jajaran teratas indikator wisata halal. Namun, Indonesia patut waspada dengan Thailand yang potensi pariwisatanya sangat besar. “Meski posisinya di bawah Indonesia tapi Thailand bisa gaet lebih dari 30 juta wisman setahun. Tentunya ini ancaman,” kata Bambang.
Karena itu, lanjut dia, untuk sektor pariwisata halal, Indonesia harus terus meningkatkan kualitas supaya bisa melibas nehara-negara di atasnya. “Kalau kita mau meningkatkan halal tourism, ini akan membantu meningkatkan devisa dan memperbaiki defisit transaksi berjalan. Potensi segmen industri halal yang dapat dikembangkan Indonesia salah satunya pariwisata halal. Sebab, pariwisata halal saat ini tengah populer dan menjadi fenomena di kalangan pelaku industri pariwisata global,” ungkapnya.
Saat ini, fenomena muslim traveler tengah digandrungi dan memiliki pengeluaran terbesar dunia pada sektor pariwisata yang besarnya mencapai 120 miliar dolar AS pada 2015. Pada tahun tersebut pertumbuhan wisatawan muslim meningkat hingga 6,3 persen sedangkan wisatawan Indonesia meningkat lebih tinggi hingga 10,3 persen.
Adapun destinasi wisata halal yang kerap dikunjungi wisatawan mancanegara terletak di Bali, Jakarta, Labian Bajo, dan Mandalika. “Pariwisata halal menjadi salah satu potensi terbesar dalam industri syariah. Sektor tersebut menduduki peringkat keempat untuk konsumsi halal dengan nilai konsumsi sebesar 9,7 miliar dollar AS. Mengingat besarnya pangsa pasar ekonomi, maka sudah sepatutnya kita kembangkan, membangun sinergi sehingga mampu meningkatkan peran pada sektor ekonomi riil syariah secara global,” ajaknya.
Menteri Bambang menyebut, pengeluaran wisata muslim global ini cenderung terus meningkat, mencapai 169 miliar dolar AS pada 2016 dan diperkirakan akan sebesar 283 miliar dolar AS pada 2022. Data pariwisata halal global saat ini menunjukkan Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan turis muslim terbesar dengan pengeluaran mencapai 9,7 miliar dolar AS.
“Sebagai negara kepulauan terbesar dengan lebih dari 17.000 pulau, 300 suku, 746 bahasa dan dialek serta lebih dari 800.000 masjid, Indonesia berpotensi besar untuk terus berkontribusi meningkatkan pendapatan negara melalui moslem friendly tourism,” ujarnya.
Baca: Kementerian PPN/Bappenas Dorong LKS Optimalkan Pembiayaan Sektor Riil
Sebagai informasi, Indonesia telah masuk dalam kategori Top 5 Destinasi Pariwisata Halal Dunia dengan penerimaan devisa negara mencapai 13 miliar dolar AS, yang berkontribusi terhadap PDB sebesar 57,9 miliar dolar AS. Dalam hal ini, telah terjadi peningkatan kedatangan wisatawan Timur Tengah, sebesar 32 persen pada 2016. Pada 2020, sektor pariwisata diproyeksikan menjadi kontributor terbesar bagi penerimaan devisa negara.
Peningkatan ini merupakan hasil positif dari akselerasi halal tourism di beberapa destinasi wisata Indonesia, seperti Lombok, Padang, Aceh, Bangka Belitung, Jakarta, hingga Maluku Utara. Selain itu, atraksi yang unik serta sarana yang memadai telah mendukung secara signifikan pada peningkatan pariwisata halal.
Jika dibanding Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Turki yang telah mengungguli destinasi pariwisata halal karena telah fokus pada kestabilan segmen pariwisata dan juga ekosistem halal. “Indikator pertumbuhan pariwisata halal mencakup jumlah wisatawan muslim lokal, moslem friendly ecosystem, juga tingkat kesadaran serta kepedulian pada lingkungan sosial,” tuturnya.
Faktor kunci pendukung wisata halal di Indonesia, di antaranya adalah dukungan kebijakan dan regulasi, pemasaran dan promosi, serta pengembangan destinasi melalui atraksi aksesibilitas dan amenitas. Selain itu, peningkatan kapasitas pariwisata yang mencakup sumber daya manusia dan industri juga menjadi unsur yang sangat penting. (lin)