Paparan Kinerja Semester I, Bank BTN Catat Pertumbuhan Kredit Naik Jadi Rp 211 T

Dirut BTN Maryono (pegang) kertas) sebelum memulai acara paparan kinerja Semester I Bank BTN

Bank Tabungan Negara (BTN) mencatat pertumbuhan kredit naik 19,14% secara tahunan (year on year) menjadi Rp 211,35 triliun pada semester I 2018. Pada periode sama tahun lalu, kredit BTN sebesar Rp 177,4 triliun. Kinerja kredit ini yang menaikkan laba BTN pada paruh pertama tahun ini. Kenaikan kredit perseroan tersebut membuat pendapatan bunga bersih perusahaan naik 12,98% menjadi Rp4,77 triliun.

Direktur Utama BTN Maryono mengatakan, pendongkrak utama pertumbuhan kredit tersebut adalah kredit perumahan (KPR) yang tumbuh 19,76% yoy. Atau menjadi Rp 191,3 triliun. Untuk KPR subsidi tumbuh 30,26% yoy menjadi Rp 83,36 triliun per semester I 2018. Sedangkan KPR nonsubsidi tumbuh 13,4% yoy.

“KPR subsidi dan nonsubsidi dengan porsi lebih dari 73,5 persen dari total keseluruhan masih menjadi penggerak utama laju kredit perusahaan. Saat ini, BTN menguasai pangsa pasar KPR nasional sebesar 37,47 persen. Sehingga masih menjadi penyalur KPR subsidi terbesar dengan porsi mencapai 94,12 persen,” ujar Maryono saat paparan kinerja Semester I 2018 di Gedung BTN Pusat, Kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, Rabu (18/7) sore.

Khusus untuk program Satu Juta Rumah, per Juni 2018, sebut Maryono, BTN sudah salurkan KPR untuk 423.303 unit rumah. Ini nilainya Rp 38,4 triliun. Baik dalam bentuk KPR subsidi maupun nonsubsidi. Dari penyaluran tersebut, sebanyak 307.360 unit di antaranya berbentuk kredit konstruksi perumahan. Sementara khusus KPR subsidi, BTN sudah distribusikan pinjaman untuk 297.044 unit dengan nilai Rp 17,15 triliun.

Pada sektor kredit konstruksi perumahan, kata dia, perseroan tumbuh sebesar 17,03 persen yoy. Dengan begitu kini sebanyak Rp 27,6 triliun mengalir untuk para pengembang perumahan. Kredit nonperumahan BTN tumbuh 13,49% yoy menjadi Rp 20,05 triliun per semester I 2018. Kontribusi terbesar dari kredit komersial sebesar Rp 15,49 triliun, lalu kredit konsumer tercatat Rp 4,5 triliun per Juni 2018.

“Di semester kedua, kami akan terus genjot kredit perumahan untuk mengejar target kredit kami tahun ini. Target kredit kami 2018 diharapkan tumbuh di atas 20 persen,” tegas Maryono didampingi seluruh direksi.

Laba bersih BTN, lanjut Maryono, tumbuh 12,01% secara year on year. Atau sebesar Rp1,42 triliun sampai semester I/2018. Meski capaian tumbuh 12,01% dibanding periode sama tahun lalu Rp1,27 triliun, namun kinerja masih di bawah target perseroan tahun ini 20%.

“Berdasarkan tahun-tahun sebelumnya, laju kegiatan para pengembang properti akan lebih kencang pada paruh kedua. Kami optimistis target laba 2018 sebesar Rp3,8 triliun bisa tercapai. Kami lihat, sekarang banyak pengembang yang sudah membangun rumah kami dan kami sudah melihat permintaan KPR Subsidi sudah meningkat” ujarnya.

Menanggapi relaksasi ketentuan Bank Indonesia (BI) terkait uang muka Loan to Value (LTV) pada sektor perumahan mulai Agustus 2018, Maryono mengakui, itu akan berkontribusi positif pada kredit perumahan perseroan. Mayoritas penyaluran kredit, kata dia, masih berasal dari KPR dengan porsi 73,5% dari total kredit.

Kredit Bermasalah Turun

Menanggapi rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL), Maryono menyebut, gross perseroan turun dari 3,23% menjadi 2,78%. “Secara net, NPL net turun menjadi 1,8 persen dari 2,24 persen. Rasio NPL gross BTN membaik di 2,78 persen pada semester I 2018. Sebelumnya pada periode sama tahun lalu sebesar 3,23 persen. NPL gross terendah berhasil di catatkan segmen KPR subsidi yang hanya sebesar 1,21 persen. Angka tersebut lebih baik dibandingkan semester pertama 2017 yang mencapai 1,66 persen,” rincinya.

Dana pihak ketiga (DPK), lanjut dia, perusahaan mencatat naik 19,17% sepanjang Semester I 2018 ini menjadi Rp189,63 triliun. Porsi terbesar berasal dari deposito sebesar Rp101,54 triliun atau tumbuh 20,36%. Adapun giro tercatat Rp48,63 triliun dan tabungan Rp39,46 triliun.

“Seiring dengan pertumbuhan laba, aset Bank BTN melejit 19,63% yoy jika dibanding dengan semester I/2017 menjadi sebesar Rp268,04 triliun atau menempati 5 besar bank dengan aset terbesar di Indonesia,” ujarnya.

Direktur BTN Mahelan Prabantarikso mengatakan, berlakunya rasio giro wajib minimum (GWM) averaging sebesar 2% mulai Senin (16/7) diperkirakan tak akan terlalu berpengaruh ke likuditas. Kebijakan GWM averaging bertujuan untuk memberikan relaksasi ke perbankan dalam mengelola likuiditasnya. “Secara umum sebenarnya likuiditas bank tak bertambah karena total GWM tetap,” kata Mahelan kepada kontan.co.id, Kamis (17/7).

Seperti diketahui, rasio GWM rataan akan bertambah menjadi 2% dari sebelumnya 1,5%. Seiring dengan penambahan GWM rataan bank mulai hari ini juga akan mengurangi rasio GWM tetap menjadi 4,5% dari sebelumnya 5%. Selain GWM rataan, mulai awal pekan ini juga berlaku aturan penihilan jasa giro menjadi 0% dari sebelumnya 2,5%.(lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *