Gema netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam setiap perhelatan pemilihan umum (Pemilu) baik pemilihan kepala daerah (Pilkada), anggota lembaga legislatif maupun presiden dan wakil presiden harus terus dikumandangkan.
semarak.co-Namun bukan berarti ASN tidak punya hak politik sama sekali. Hanya saja, hak politik mereka terbatas cuma di bilik suara. Bilik suara menjadi tempat dimana segala ekspresi partisan dan ekspresi politik untuk memilih orang yang dikehendaki sebagai pemimpin dapat disalurkan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menegaskan dalam penegakan netralitas ASN, perlu pemahaman dan kesadaran ASN itu sendiri atas hak pilih yang dimilikinya. Sikap partisan ASN, pesan Menteri PANBRB hanya dapat direfleksikan dalam bilik suara.
Dalam rilis Humas PANRB melalui WA Group JURNALIS PANRB, Rabu (28/10/2020), Menteri Tjahjo mengatakan, di luar bilik suara, ASN tidak perlu mengumbar ekspresi politiknya karena marwah sebagai alat negara yang harus ia jaga.
“Saya sendiri kurang sepakat kalau hak pilih ASN dicabut karena salah satu ciri negara demokrasi yang matang adalah supremasi sipil dimana hak pilih betul-betul diwadahi,” ujar Tjahjo saat menjadi keynote speaker dalam webinar Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak 2020, Selasa (27/10/2020).
Kesadaran ini menjadi perhatian penting dalam penegakan netralitas ASN, khususnya menjelang Pilkada serentak 2020. Tjahjo mengungkapkan sebenarnya potensi gangguan netralitas justru datang dari individu ASN itu sendiri.
Banyak ASN yang masih gagal paham, salah paradigma, dan memiliki pola pikir (mindset) dan pola budaya yang tidak tepat. “Mereka selalu berdalih posisi ASN itu dilematis, maju kena mundur kena, netral pun kena. Barangkali sebenarnya tidak demikian karena aturannya sudah jelas,” terangnya.
Menteri PANRB menguraikan ada empat kategori area yang sering dilanggar ASN dalam Pilkada. Kategori pertama, sebelum pelaksanaan tahapan pilkada berupa memasang baliho dan ikut dalam kegiatan partai politik.
Kategori kedua, tahap pendaftaran bakal calon kepala daerah berupa mendaftarkan diri sebagai bakal calon kepala daerah, ikut deklarasi dalam deklarasi balon kepala daerah, posting dan share bakal calon kepala daerah di media sosial, dan memberikan dukungan kepada calon kepala daerah dengan mengerahkan ASN lain.
Kategori ketiga, tahap penetapan calon kepala daerah dengan cara ikut dalam kegiatan kampanye, memfasilitasi kegiatan kampanye, dan posting serta share calon kepala daerah di media sosial.
Sedangkan kategori keempat adalah tahap setelah penetapan kepala daerah yang terpilih, berupa ikut dalam pesta kemenangan kepala daerah terpilih. “ASN harus mendukung sepenuhnya pencapaian asas pemilu yang sudah ditetapkan undang-undang,” pesan politikus PDI Perjuangan.
Apalagi dalam setiap pelaksanaan tahapan pemilu, lanjut Tjahjo, ASN secara langsung atau tidak langsung ikut bertanggung jawab pada prosesnya di semua tingkatan. Dari sisi perundang-undangan, konstruksi netralitas ASN yang dibangun dalam UU ASN adalah ASN sebagai unsur perekat dan pemersatu bangsa.
ASN membawa baju negara dalam kapasitasnya sehingga ASN bukanlah Aparatur Sipil Pemerintah tapi Aparatur Sipil Negara. “Filosofi inilah yang harus dipahami bersama bahwa identitas yang melekat pada ASN adalah identitas negara bukan identitas/cabang kekuasaan eksekutif,” tegas Menteri Tjahjo.
Menteri Tjahjo menerangkan bahwa pada tanggal 10 September 2020 lalu pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai Pedoman Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2020.
SKB yang ditandatangani oleh Menteri PANRB, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), serta Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tersebut merupakan pedoman bagi ASN di seluruh Indonesia untuk tetap dapat menjaga netralitasnya dan tidak terlibat dalam politik praktis dimasa Pilkada serentak 2020.
Ia berharap melalui keputusan bersama tersebut, ASN di tingkat pusat dan daerah dapat berkomitmen untuk menegakkan netralitas, mengawal pelaksanaan demokrasi di setiap tahapan serta menggerakkan dan mengorganisir masyarakat untuk menggunakan hak pilih dalam Pilkada serentak 2020.
“Juga mari kita lawan racun-racun demokrasi yang mengganggu demokratisasi dalam setiap tahapan Pilkada dan Pemilu. Mari kita hindari politik SARA, politik uang, dan intervensi-intervensi yang mengganggu netralitas ASN,” pungkasnya.
Kegiatan seminar daring Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak 2020 merupakan diskusi ilmiah yang diselenggarakan Kementerian PANRB untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam bagi ASN terkait langkah pencegahan dan penanganan pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada serentak 2020.
Dipandu Pelaksana tugas (Plt) Deputi SDM Aparatur Kementerian PANRB Teguh Widjinarko, acara tersebut menghadirkan empat narasumber antara lain Ketua Bawaslu Abhan, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, dan Ketua KASN Agus Pramusinto.
Sebanyak 67 kepala daerah (Kada) ditegur Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sebab, mereka belum menindaklanjuti rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), terkait penjatuhan sanksi bagi ASN yang melanggar netralitas pada Pilkada 2020.
Teguran itu disampaikan melalui surat yang ditandatangani Inspektur Jenderal Kemendagri, Tumpak Haposan Simanjuntak atas nama Mendagri Tito Karnavian. “Tertanggal 27 Oktober 2020,” ujar Staf Khusus Mendagri, Kastorius Sinaga melalui keterangan tertulis, Minggu (1/11/2020/2020).
Langkah teguran kepada para kepala daerah ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Bersama Menteri PANRB, Mendagri, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ketua KASN dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tentang pedoman pengawasan netralitas pegawai ASN dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.
Sampai 26 Oktober 2020, terdapat 131 rekomendasi KASN pada 67 pemerintah daerah yang belum ditindaklanjuti oleh kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Rinciannya, 10 gubernur belum menindaklanjuti 16 rekomendasi, 48 bupati belum menindaklanjuti 104 rekomendasi, dan 11 rekomendasi belum ditindaklanjuti 9 wali kota. Terhadap ASN yang melanggar netralitas tetapi belum ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi oleh PPK, dilakukan pemblokiran data administrasi kepegawaiannya.
Sementara, kepala daerah sebagai PPK diberi waktu 3 hari untuk menindaklanjuti rekomendasi KASN mengenai penjatuhan sanksi bagi ASN pelanggar netralitas tersebut.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017, kepala daerah diberi waktu paling lama 3 hari untuk menindaklanjuti rekomendasi KASN setelah menerima surat teguran Kemendagri.
PPK yang tidak melaksanakan rekomendasi KASN akan dijatuhi sanksi. Kepala daerah yang tidak menindaklanjuti rekomendasi ini akan dikenai sanksi, mulai dari sanksi moral hingga hukuman disiplin. (del/net/pos/smr)