Walau Anggota Polisi Aktif, Kapolri Apresiasi Kinerja Tim Teknis Tangkap Pelaku Kasus Novel Baswedan

Penyidik senior KPK Novel Baswedan ketika bicara di Forum Ancol Hall. foto: dok WAG KAHMI Cilosari 17

Kepala Kepolisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Idham Azis mengapresiasi telah ditangkapnya dua pelaku teror dengan penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

semarak.co -Namun demikian, Kapolri juga prihatin karena pelaku ternyata merupakan polisi. Selanjutnya, ia memerintahkan kepada Kabareskrim Polri dan Kapolda Metro Jaya untuk melakukan penyelidikan kasus ini.

“Sebagai pimpinan Polri, saya mengapresiasi pelaksanaan tugas Tim Teknis. Tapi di sisi lain, saya prihatin karena ternyata pelakunya anggota Polri,” kata Jenderal Idham di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Sabtu (28/12/2019).

Walau pun pelaku anggota polisi aktif, ia memastikan bahwa proses hukum kasus ini akan berlangsung transparan hingga ke pengadilan.”Sidangnya nanti akan dilaksanakan secara terbuka di pengadilan,” katanya.

Sebelumnya diketahui, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan, dua pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan adalah anggota Polri aktif. “Pelaku dua orang inisial RM dan RB. Keduanya anggota Polri aktif,” kata Komjen Listyo di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat sore (27/12/2019).

Kabareskrim Polri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo terus memantau perkembangan investigasi Tim Teknis dengan melakukan koordinasi secara intensif. “Hampir setiap hari saya kumpulkan Tim Teknis untuk melihat kemajuannya (investigasi) sudah sampai mana,” kata Komjen Sigit.

Ini senada dengan Karopenmas Polisi Republik Indonesia Brigjen Pol Argo Yuwono menyatakan, dua tersangka penyiraman air keras Novel Baswedan berinisal RB dan RM yang diamankan, Kamis malam (26/12/2019) di Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

“Kepolisian membentuk tim teknis, tim pakar, dan kemudian kita juga ada kerja sama dengan berbagai instansi seperti forensik,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Argo Yuwono di Jakarta, Jumat malam (27/12/2019).

Mereka diamankan dan dibawa ke Polda Metro Jaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Kedua pelaku ini langsung kita lakukan interogasi dan tadi pagi sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Argo.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membenarkan informasi bahwa pelaku penyerangan Novel Baswedan menyerahkan diri. “Sudah tahu saya. Ada dua orang,” ucap Mahfud singkat, sebelum meninggalkan Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat petang (27/12/2019).

Mahfud tidak menyampaikan banyak tanggapan atas penyerahan diri penyerang penyidik KPK, selain kata, “Bagus”. Sebelumnya, beredar informasi mengenai penyerahan diri penyerang Novel Baswedan, namun sejauh ini belum ada klarifikasi dari kepolisian.

Seperti diberitakan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memberikan waktu kepada Kapolri Jenderal Pol Idham Azis yang baru saja dilantik untuk menyelesaikan kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan hingga Desember 2019.

Terkuaknya sosok pelaku berinisal RB dan RM, yang diketahui merupakan anggota Polri aktif, tidak lepas dari kerja keras jajaran kepolisian di bawah komando Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.

Setelah resmi dilantik sebagai kapolri pada awal November 2019 lalu, mantan Kabareskrim itu memang mendapat tugas khusus dari Presiden Joko Widodo untuk sesegera mungkin mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

Jokowi kala itu meminta Idham menuntaskan pengungkapan kasus teror terhadap penyidik KPK itu dengan tenggat waktu hingga awal Desember. Polri pun menjanjikan pengungkapan kasus Novel akan diselesaikan sebelum pergantian tahun.

Pada akhirnya Idham berhasil memenuhi janji tersebut. Setelah dua tahun delapan bulan masa penyelidikan dan penyidikan, kasus ini menemukan secercah harapan untuk terungkap.

Usai menangkap dua pelaku, Tim Teknis selanjutnya harus mengungkap motif pelaku. Juga harus dipastikan bahwa mereka bukanlah orang yang “pasang badan” untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.

Tim juga diminta segera mengungkap aktor intelektual yang terlibat dan tidak berhenti pada pelaku di lapangan. Yang pasti perkembangan kasus ini belum final. Publik menanti apakah episode akhir kasus ini berujung pada keadilan yang hakiki.

Atas capainnya itu, dia memperoleh apresiasi dari banyak pihak, termasuk Ketua KPK, Firli Bahuri. “Saya selaku Pimpinan, Ketua KPK menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya, terima kasih kepada jajaran kepolisian di bawah nakhoda Kapolri Jenderal pol Idham Azis,” ujar Firli di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Firli mengatakan keberhasilan aparat kepolisian dalam mengungkap pelaku penyiraman terhadap Novel menjadi jawaban atas pertanyaan publik selama ini. “Saya menyampaikan sukses dan selamat kepada seluruh jajaran kepolisian ini adalah jawaban yang sudah lama ditunggu oleh rakyat Indonesia,” ujar Firli.

Hingga saat ini Kepolisian masih melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap kedua tersangka penyiraman Novel Baswedan untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai motif para pelaku.

Seperti diketahui, pada 17 Juli 2019, Tim Pencari Fakta (TPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan merekomendasikan Kapolri sebelumnya, Jenderal Pol Tito Karnavian, untuk melakukan pendalaman terhadap keberadaan tiga orang yang diduga terkait kasus tersebut dengan membentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik.

Lalu pada 19 Juli 2019, Presiden memberikan waktu 3 bulan kepada Tito untuk menyelesaikan kasus tersebut. Namun hingga kini, “dalang” maupun pelaku dalam kasus tersebut belum terungkap.

 

Perkembangan kasus teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, telah menemui babak baru. Tim Teknis Bareskrim menangkap dua orang yang diduga pelaku teror tersebut.

Dalam mengungkap kasus Novel, Polri membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) pada 8 Januari 2019. Pembentukan TPF merupakan implementasi dari rekomendasi Komnas HAM yang terbit pada Desember 2018.

Tak tanggung-tanggung, tim ini beranggotakan 65 orang yang terdiri dari unsur Polri, KPK, para pakar dan pegiat hak asasi manusia, yang ditunjuk langsung oleh Kapolri saat itu, Tito Karnavian. Tenggat waktu kerja TPF berakhir pada 7 Juli 2019.

Dalam investigasi kasus Novel, TPF bergerak dari penyelidikan awal polisi. Kemudian memeriksa para saksi, melakukan reka ulang tempat kejadian perkara dan mengembangkan informasi dari saksi-saksi. Bahkan beberapa jenderal bintang tiga pun dimintai keterangan dalam kasus ini.

“Dalam kasus ini, ada jenderal-jenderal bintang tiga diperiksa. Semua (yang dicurigai) kami periksa lagi,” kata Anggota TPF Prof. Hermawan Sulistyo.

Setelah masa kerja tim selama enam bulan, tim ini melaporkan hasil kerjanya dalam laporan setebal 170 halaman dengan lampiran 1.500 halaman kepada Tito Karnavian.

Berdasarkan hasil kerjanya, tim mensinyalir bahwa kasus ini dipicu karena pekerjaan Novel sebagai penyidik. Tim menduga bahwa penyerangan punya kaitan dengan kasus kelas kakap yang ditangani Novel.

TPF mencurigai ada enam kasus besar yang kemungkinan salah satunya melatarbelakangi terjadinya teror penyiraman air keras, yakni kasus korupsi KTP-e yang melibatkan Setya Novanto, kasus tindak pidana suap yang melibatkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, kasus suap Sekjen Mahkamah Agung Nurhadi, kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu, kasus korupsi Wisma Atlet dan kasus sarang burung walet.

TPF tidak menemukan fakta motif pelaku terkait masalah pribadi. Dugaannya, dalang pelaku merasa sakit hati atau dendam terhadap Novel karena menganggap Novel menggunakan wewenangnya secara berlebihan sebagai penyidik senior KPK.

Tiga orang yang dicurigai dalam kasus ini adalah seorang tak dikenal yang mendatangi rumah Novel pada 5 April 2017 dan dua orang tak dikenal yang berada di dekat tempat wudhu Masjid Al Ihsan menjelang subuh pada 10 April 2017.

Karena hasil kerjanya tidak menemui hasil signifikan, TPF pun merekomendasikan agar Polri membentuk Tim Teknis untuk mendalami keberadaan tiga orang tak dikenal tersebut.

Selanjutnya Tim Teknis dibentuk dan mulai bekerja 1 Agustus 2019. Tim ini beranggotakan puluhan anggota terbaik Polri dengan dipimpin oleh Kabareskrim saat itu, Jenderal Pol Idham Azis. Presiden Joko Widodo memberi batas waktu tim ini selama tiga bulan hingga akhir Oktober 2019.

Namun setelah Oktober berlalu, identitas pelaku teror masih gelap. Polri sendiri mengklaim bahwa pihaknya sangat transparan dalam melakukan investigasi kasus ini. “Kami transparan kepada KPK.

Tidak ada yang ditutup-tutupi. Kami kerja keras. Mudah-mudahan kami bisa mengungkap pelakunya,” kata Karopenmas Polri Brigjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono saat  itu.

Ada sebanyak 73 saksi telah dimintai keterangan dalam kasus ini. Selain itu, 114 toko kimia hingga 28 CCTV diperiksa di Laboratorium Forensik. Olah TKP telah dilakukan hingga tujuh kali.

Barang bukti berupa CCTV juga telah dikirim ke Polisi Australia (AFP) untuk meminta bantuan Australia menganalisis gambar CCTV yang beresolusi rendah. Polisi pun telah membuat sketsa wajah terduga pelaku dan menyebarkannya ke publik.

Pada awal Desember, Presiden Jokowi memanggil Kapolri Jenderal Idham Azis untuk mengetahui perkembangan kinerja Tim Teknis. Idham menyampaikan bahwa ada temuan baru dan kinerja tim dalam tahap kesimpulan. Presiden kemudian memberi kelonggaran masa kerja Tim Teknis hingga Desember 2019.

Peristiwa nahas yang menimpa Novel itu terjadi pada 11 April 2017 sepulang Novel menunaikan ibadah shalat subuh, tepatnya terjadi di Jalan Deposito Blok T Nomor 10, RT 03 RW 10, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat itu, Novel diserang dua pengendara motor yang menyiramkan cairan asam sulfat kadar rendah ke wajah Novel sehingga mengakibatkan kedua mata Novel, rusak.

Alur peristiwa

Novel disiram air keras oleh dua pria tidak dikenal di dekat rumahnya, di Jalan Deposito, depan Masjid Al Ikhsan RT 03/10 Kelapa Gading, Jakarta Utara, usai shalat Subuh pada 11 April 2017, pukul 05.10 WIB.

Pelaku menyiram air keras dari motor yang dikendarainya. Saat Novel menengok ke belakang, ia langsung disiram. Akibat kejadian itu, Novel mengalami luka pada bagian wajah dan bengkak bagian kelopak mata kiri, sedangkan pelaku melarikan diri setelah menyiramkan larutan asam sulfat itu.

Ia dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, lalu dipindahkan ke RS Jakarta Eye Center (JEC) untuk mendapatkan perawatan intensif. Keesokan harinya, 12 April 2017, ia diterbangkan ke salah satu rumah sakit di Singapura.

Wakapolri saat itu, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Syafruddin, meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Muhammad Iriawan menangani kasus itu. Iriawan mengatakan polisi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

Dia menyebut bahwa air keras yang digunakan untuk menyiram Novel ditempatkan dalam wadah cangkir. Polisi pun mengatakan sudah memeriksa belasan saksi serta rekaman CCTV di rumah Novel terkait dengan perkara itu.

Selama dirawat di Singapore National Eye Centre (SNEC), Novel ditangani dokter ahli Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dan hasil pemeriksaannya terdapat luka bakar akibat asam di rongga hidung Novel. Ia ditemani istrinya, Rina Emilda dan ibundanya. Penyidik KPK juga secara bergantian berjaga di tempat itu.

Rongga hidung sebelah kanan mengalami luka bakar di bagian luar rongga, sedangkan rongga hidung sebelah kiri mengalami luka bakar sampai bagian atas rongga hidung yang terletak dekat mata.

Pada 10 Mei 2017, Polda Metro Jaya mengamankan seorang pria bernama Ahmad Lestaluhu yang sempat dicurigai sebagai pelaku penyiraman, akan tetapi keesokan harinya, pria itu dibebaskan karena polisi mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Lestaluhu adalah petugas keamanan salah satu spa di wilayah Jakarta.

Pada 18 Mei 2017, Polda Metro Jaya juga mengamankan seorang pria bernama Miko yang diduga terlibat penyerangan terhadap Novel karena ia pernah membuat video di Youtube yang menyampaikan bahwa ia merasa ditekan Novel Baswedan saat menjalani pemeriksaan kasus suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Namun, pada 19 Mei 2017, Miko dibebaskan karena penyidik memastikan Miko berada di luar Jakarta saat penyerangan terjadi. Beberapa bulan setelah itu, belum ada kemajuan berarti atas pengusutan perkara ini.

Hingga pada hari ke-65 pascakejadian, Novel pun bersuara mengenai pelaku penyerangannya dalam wawancara dengan media asing Time di Singapura. Novel mengungkapkan ada seorang jenderal polisi terlibat dalam insiden itu karena setelah dua bulan dan kasus itu belum juga selesai.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pada 19 Juni 2017 bahkan pernah menemui pimpinan KPK di gedung KPK untuk membahas pengungkapan kasus Novel. Tapi hasil pertemuan itu hanyalah tawaran bagi KPK “menempel” dalam tim untuk mengusut pelaku penyiraman.

“Bahkan dalam pertemuan tersebut juga ditawarkan, ‘silakan kalau mau bergabung temen-teman dari KPK’. Tapi kami juga penyelidik dan penyidik kasus korupsi, bukan pidana umum. Tawaran itu sangat baik, tapi kami evaluasi dulu bantuan apa yang bisa diberikan KPK ke Polri,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo pada 19 Juni 2017.

“Seandainya kita lebih terbuka dengan cara tim dari KPK bisa nempel, misalnya, mengecek alibi orang-orang yang diduga dicurigai ada di dekat rumah Novel, cek alibinya. Istilahnya bahasa Jawa, dikei bersama-sama tim KPK,” tambah Tito.

Dalam pertemuan itu, Tito juga mengatakan tim dari Polda Metro Jaya sudah memeriksa 56 saksi. Pada 31 Juli 2017, Tito pun menemui Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan sketsa terbaru pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Ia menunjukkan sketsa pria dengan ciri-ciri tingginya sekitar 167-170 cm, berkulit agak hitam, rambut keriting, dan badan cukup ramping. “Nah kalau kita lihat ini agak berbeda dengan empat orang yang sudah diperiksa sebelumnya,” ucapnya.

Ada tiga orang yang diperiksa sebelumnya yang tadinya dua bulan sebelum peristiwa ada di sekitar rumah saudara Novel, yaitu dua orang, yaitu H dan M, tapi ciri-cirinya sangat jauh dengan yang ada di peristiwa karena ini tinggi badannya tidak ada yang di atas 160 cm, bahkan yang terakhir yang kita amankan namanya Lestaluhu berdasarkan keterangan saudara Novel,” kata Tito di Kantor Presiden Jakarta, 31 Juli 2017.

Menurut dia, ada lima saksi yang disampaikan Novel dan pihak kepolisian juga sudah menemukan lima orang dan dihadirkan di Polsek Kelapa Gading, yaitu Hasan, Ahmad Lestaluhu, Mukhlis, dan satu anggota Polri dari Polda Metro Jaya.

“Dari empat orang ini semua saksi mengatakan negatif, mereka bukan pelakunya dan kita sudah mendalami empat orang ini alibinya tidak ada di TKP. Sejumlah CCTV sekitar 50 CCTV dalam radius satu kilometer juga sudah kita dapatkan. Berikut ada beberapa sekitar 100 lebih toko kimia yang sudah kita datangi yang menjual H2SO4, ini juga masih dalam pengembangan kita,” tuturnya.

Namun, Tito meyakini tidak ada jenderal polisi yang terlibat dalam penyerangan Novel seperti diberitakan. “Tidak ada jenderal polisi karena keterangan dari tiga orang ini mereka tidak ada hubungannya dengan perkara dugaan penganiayaan ini. Setelah dicek alibi mereka detail jam per jam, menit per menit, jadi saya kira sutradara yang hebat pun akan sulit membuat alibi-alibi seperti itu,” ucapnya.

Meski sudah puluhan saksi diperiksa, hingga saat itu pihak kepolisian belum meminta keterangan Novel di Singapura. Barulah pada 14 Agustus 2017, Novel diperiksa di KBRI Singapura oleh tim dari Polda Metro Jaya.

Dalam pemeriksaan itu, Novel rencananya juga akan ditemani tim dari KPK, termasuk Ketua KPK Agus Rahardjo dan tim penasihat hukumnya saat diperiksa pihak kepolisian. Saat pemeriksaan tersebut, Novel pun mulai tegas meminta dibentuk Tim Pencari Fakta Independen yang tidak mengandung unsur Kepolisian untuk mengungkap kasusnya.

“Jadi tim gabungan pencari fakta tentunya tidak melibatkan anggota Polri, tapi melibatkan profesional, akademisi dan ahli-ahli lainnya yang kemudian bisa menjadikan suatu kinerja untuk melakukan pendalaman terkait peristiwa itu,” ujar Novel di Singapura pada 15 Agustus 2018.

Ia pun mengaku akan mengungkapkan nama jenderal Kepolisian yang sebelumnya ia duga ikut dalam peristiwa penyerangannya itu kepada tim pencari fakta. “Soal nama jenderal yang saya sebut yang lagi yang saya sampaikan terkait dengan peristiwa-peristiwa teror itu adalah konsumsi untuk tim gabungan pencari fakta karena kalau saya sampaikan ke penyidik itu hanya membebani pekerjaan-pekerjaan mereka yang toh juga tidak akan membuat mereka menyelesaikan tugasnya dengan baik,” tambah Novel.

Tepat pada peringatan hari kemerdekaan ke-72 RI, Novel menjalani operasi besar di Singapura, yaitu operasi artifisial yang akan menggunakan gigi sebagai salah satu obat pengganti kornea dan plastik artifisial, sedangkan bagian putih mata akan diganti dengan jaringan gusi.

Pascaoperasi hari itu, Novel masih harus menjalani operasi lanjutan dua bulan ke depan. Di Tanah Air, dorongan untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) semakin deras meluncur, yaitu dari mantan pimpinan KPK jilid III yaitu Abraham Samad, Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, Sekjen Transparansi Internasional Indonesia Dadang Trisasongko, peneliti LIPI Mochtar Pabotinggi, aktivis Allisa Wahid, Duta Baca Najwa Shihab.

Selain itu, Direktur Amnesti Internasional di Indonesia Usman Hamid, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mantan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dan sejumlah tokoh lainnya.

Hingga akhirnya Novel kembali ke Tanah Air pada 22 Februari 2018, setelah hampir setahun menjalani pengobatan di Singapura. Pada 27 Juli 2018, Novel kembali bekerja di kantornya di gedung KPK. Pada hari pertamanya bekerja usai peristiwa teror, dia meminta setiap penyerangan ke pegawai KPK untuk diungkap, jangan ditutupi.

“Kita tidak menuduh tapi apa adanya, tidak bicara di wilayah abu-abu, korupsi tidak akan bisa diberantas kalau ditutup-tutupi. Saya mendesak Bapak Presiden untuk mengungkap kasus ini, kenapa Presiden bukan Polri sebagai institusi? Karena polisi tidak mau mengungkap kasus ini, karena itu saya minta ke atasannya polisi,” ungkap Novel.

Membentuk TGPF

Pada 8 Januari 2019, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengeluarkan surat nomor Sgas/3/I/HUK.6.6./2019 untuk membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang ditugaskan mengungkapkan kasus ini.

Surat tugas tersebut berlaku selama enam bulan, mulai 8 Januari 2019 sampai 7 Juli 2019 dengan anggota yang berasal dari kalangan akademisi, LSM, mantan pimpinan KPK, Komnas HAM, Kompolnas, penyidik Polri hingga penyidik KPK. Tim diketuai Kabareskrim Komjen Idham Azis.

Setelah enam bulan bekerja, TGPF merilis hasil yang salah satunya merekomendasikan agar Kapolri membentuk tim teknis. Tujuan tim teknis untuk mendalami keberadaan tiga orang tak dikenal yang diduga terkait dengan perkara tersebut.

“TPF merekomendasikan Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap keberadaan tiga orang dengan membentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik yang tidak dimiliki oleh TPF,” kata Juru Bicara Tim Pencari Fakta, Nur Kholis, di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (17/7).

Tiga orang yang dicurigai itu adalah seorang tak dikenal yang mendatangi rumah Novel Baswedan pada 5 April 2017 dan dua orang tak dikenal yang berada di dekat tempat wudu Masjid Al Ihsan menjelang Subuh pada 10 April 2017.

Dalam investigasinya, TGPF tidak menemukan alat bukti yang cukup dan meyakinkan bahwa saksi-saksi terlibat melakukan kekerasan terhadap Novel. Hasil investigasi juga menemukan bahwa penyiraman air keras terhadap wajah Novel bukan untuk membunuh melainkan membuat Novel menderita.

“Serangan bisa dimaksudkan untuk membalas sakit hati atau memberi pelajaran terhadap korban. Serangan itu bisa dilakukan atas dasar kemampuan sendiri atau dengan menyuruh orang lain,” imbuhnya.

TGPF menengarai pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK yang menangani sejumlah kasus korupsi kelas kakap, berpotensi menimbulkan serangan balik dari orang yang sakit hati atau dendam terhadap Novel.

Hasil rekaman CCTV beresolusi rendah dari rumah Novel tidak dapat mengidentifikasi kendaraan dan dua pengendara motor pelaku penyiraman, kendati TPF telah mendapatkan bantuan teknis dari Australian Federal Police (AFP) untuk memperjelas resolusi gambar.

Membentuk tim teknis

Pada 31 Juli 2019 Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian diketahui telah menandatangani surat perintah penugasan Tim Teknis kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

Tim itu dipimpin oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Idham Azis dan beranggotakan puluhan anggota Polri terbaik. Tim Teknis tersebut langsung bekerja pada 1 Agustus 2019 dengan terlebih dulu mempelajari hasil temuan dari Tim Pencari Fakta (TPF).

KPK ketika itu berharap keberadaan tim teknis yang dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu bisa segera mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel. “KPK tentu berharap pelaku penyerangan Novel itu bisa diungkap, bukan hanya pelaku di lapangan yang menyerang saat subuh tersebut, tetapi juga siapa yang menyuruh atau aktor intelektualnya kalau memang ditemukan,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/10).

KPK yakin tim teknis Polri akan menyampaikan perkembangan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pengungkapan kasus penyerangan Novel itu. Pada 10 Desember 2019 Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa tim teknis pimpinan Kapolri Idham Azis menyampaikan laporan tentang temuan yang cukup signifikan terkait investigasi kasus penyerangan air keras terhadap Novel.

Namun, dia tidak menjelaskan mengenai temuan baru itu. Atas temuan tersebut, Jokowi saat itu menugaskan Idham agar segera mengungkap kasus teror itu sesegera mungkin. Hingga pada Jumat (27/12) Kepolisian mengamankan dua tersangka pelaku penyiraman air keras terhadap Baswedan.

Meski pelaku penyiraman air keras terhadap Novel sudah terungkap, pekerjaan Polri belum selesai. Kepolisian dituntut untuk terus mengusut sampai pada aktor intelektual atau dalang dari kasus ini. Terlebih, Novel telah mengungkapkan adanya keterlibatan jenderal polisi dalam kasus tersebut.

Kasus ini belum selesai. Episode terakhir pengungkapan kasus teror yang menyedot perhatian publik selama 2,5 tahun terakhir ini masih ditunggu. Siapakah jenderal polisi itu?

Penyidik senior KPK Novel Baswedan mengaku masih menunggu proses selanjutnya pascapernyataan Mabes Polri yang menyatakan sudah menangkap dua orang pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya. “Saya tentu tidak bisa menilai saat ini, tapi saya sekarang menunggu proses lanjutannya saja,” kata Novel Baswedan saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (27/12/2019).

Pada hari ini Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan ada dua pelaku penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, keduanya merupakan anggota Polri aktif.

Keduanya berinsial RM dan RB dan telah ditetapkan sebagai tersangka. RM dan RB lalu diamankan pada Kamis malam (26/12) oleh tim kepolisian di Cimanggis, Depok, kemudian dibawa ke Polda Metro.

Namun menurut Novel, ada hal yang aneh dalam penetapan kedua tersangka tersebut. “Saya seharusnya mengapresiasi kerja Polri, tapi keterlaluan bila disebut bahwa penyerangan hanya sebagai dendam pribadi sendiri dan tidak terkait dengan hal lain, apakah itu tidak lucu dan aneh?” tambah Novel.

Penyelidikan kasus Novel Baswedan sudah melalui penyelidikan dan penyidikan panjang sejak April 2017. Ada 7 kali olah TKP, ada 73 saksi diperiksa dan beberapa kali tim dibentuk.

Namun, Novel enggan berkomentar lebih jauh mengenai proses tersebut. “Saya tidak akan terlalu banyak berkomentar lagi, nanti penasihat hukum saja yang menyampaikan pernyataan,” ucap Novel.

Tim Advokasi Novel Baswedan dalam pernyataan tertulisnya mengatakan kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Selanjutnya juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang “pasang badan” untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.

“Oleh karena itu, Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan. Kejanggalan-kejanggalannya, misalnya, sebagai berikut adanya SP2HP tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui, Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan,” kata Tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur.

Tim juga meminta agar kepolisian segera mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan. Novel Baswedan diserang oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya.

Pelaku menyiramkan air keras ke kedua mata Novel sehingga mengakibatkan kedua matanya rusak. Pada 17 Juli 2019, Tim Pencari Fakta (TPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan merekomendasikan Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap keberadaan tiga orang yang diduga terkait kasus tersebut dengan membentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik.

TPF hanya menduga ada 6 kasus high profile yang ditangani Novel, diduga berkaitan dengan penyerangan ini. Kasus-kasus tersebut adalah korupsi kasus KTP-e, kasus mantan ketua Mahkamah Konstitusi Aqil Mochtar, kasus Sekjen Mahkamah Agung, kasus bupati Buol Amran Batalipu, kasus wisma atlet, dan kasus penanganan sarang burung walet Bengkulu. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *