Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco menyebut penumpang gelap yang sempat ada di barisan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat Pilpres 2019. Namun Dasco mengatakan penumpang gelap itu perlahan mulai meninggalkan Prabowo.
Disebut Dasco, penumpang gelap itu mencoba memanfaatkan Prabowo untuk kepentingan mereka. Namun Prabowo kemudian mengambil tindakan karena sadar telah dimanfaatkan.
“Tadi dibilang soal penumpang gelap, bukan karena kita singkirkan. Prabowo jenderal perang, bos. Dia bilang sama kita, kalau diadu terus, terus dikorbankan, saya akan ambil tindakan nggak terduga. Dia banting setir dan orang-orang itu gigit jari,” umpat Dasco dalam pemaparan survei Cyrus Network di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
Dasco enggan menjelaskan secara detail siapa yang dimaksud penumpang gelap itu. Dia hanya menjelaskan para penumpang gelap ini disebut kecewa atas tindakan Prabowo yang melarang pendukungnya berdemo ke Mahkamah Konstitusi (MK) saat sidang sengketa Pilpres 2019.
“Pertama, di MK. Itu tidak disangka dan diduga Prabowo akan umumkan ke pendukungnya untuk tidak melakukan demo, nggak datang ke MK agar nggak terjadi hal-hal nggak diinginkan. Itu di luar banyak dugaan orang itu namanya penumpang gelap,” paparnya.
Setelah sidang MK itu pun masih ada orang yang berusaha menghasut Prabowo. Dasco menyebut orang itu ingin Prabowo mengorbankan para ulama dan emak-emak.
“Sesudah MK masih ada tuh, ada yang ngomong sama Prabowo, ‘Pak, kalau mau rakyat marah, ulama dan emak-emak disuruh ke depan biar jadi korban rakyat marah.’ Prabowo pikir, ‘Emang gue bodoh? Kan kasihan emak-emak, ulama mau dikorbankan,” kutip Dasco.
Kemudian, menurut Dasco, Prabowo merancang tindakan yang semakin membuat para ‘penumpang gelap’ itu gigit jari dan kecewa. Tindakan yang dimaksud Dasco adalah pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Stasiun MRT.
“Untuk keutuhan NKRI, bukan mau minta menteri. Dirancanglah pertemuan rekonsiliasi secara diam-diam, senyap, tiba-tiba untuk persatuan bangsa ketemulah dua tokoh itu di MRT,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan dalam caption video, Selasa (21/5/2019), pukul: 19.16. WIB. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, berharap tak ada penyusup di aksi unjuk rasa di depan gedung Bawaslu. Mereka juga berharap unjuk rasa bisa berjalan kondusif.
Kemudian berita Jumat (24/5/2019), pukul: 04.43 WIB. Aksi damai di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 22 Mei 2019, berujung rusuh. Ada penyusup yang menjadi biang kerok kerusuhan.
Fakta-fakta yang diungkap polisi semakin mengungkap teka-teki identitas para penyusup. Mereka preman, sebagian berasal dari luar Jakarta, dan mendapat bayaran atas aksi rusuhnya. Apa tujuan mereka? Siapa pula yang membayar mereka?
Keberadaan penyusup yang mengusahakan keributan itu sebenarnya sudah disebut oleh polisi sejak sebelum aksi 22 Mei dimulai. Saat itu polisi mengimbau agar masing-masing koordinator kelompok unjuk rasa damai senantiasa memperhatikan massa yang dibawanya.
“Tiap korlap (koordinator lapangan) harus tanggung jawab dengan massa. Kita juga menekankan para korlap, kalau (ada orang) tidak dikenal, nggak boleh ikut aksi karena bisa disusupi,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (20/5/2019) lalu.
Kerusuhan berlangsung sejak malam 22 Mei dini hari, usai sebelumnya aksi damai menuntut penyelesaian kecurangan Pemilu 2019 berlangsung di depan kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin. Massa yang rusuh beroperasi di Jalan Wahid Hasyim hingga Blok A Pasar Tanah Abang, Jalan H Agus Salim (Sabang), Jalan KS Tubun di Petamburan, dan Slipi Jakarta Barat.
Polisi menyebut ada 6 ribu massa damai di aksi 22 Mei kemarin. Namun di antara mereka, ada sebagian kecil yang diduga punya niat jahat membuat kerusuhan.
“Ada sekira 300 massa yang bisa kita kategorikan massa perusuh yang tiba-tiba lempar molotov, lempar batu,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Iqbal, dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (23/5/2019).
Mereka disebut beraksi membabi-buta. Massa tersebut, kata Iqbal, melempari petugas dengan berbagai benda, termasuk tombak yang diduga sudah dipersiapkan. (net/lin)
sumber: detik.com